Menulis
Untuk Menulis
Sangat penting jika kita acap berkaca, rajin mawas diri, tertib
evaluasi diri sejak dini, untuk memantau kita masuk manusia tipe apa. Mengacu
firman Allah yang diabadikan di Al-Qur’an (QS Al A’raaf [7] : 179) :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),
dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Komponen jiwa raga, jasmani rohani, lahir batin kita,
fokus pada hati, mata dan telinga menjadi satu paket, satu sistem. Kemanfaatannya
bisa menjadi senjata makan tuan, bumerang, menjebak diri sendiri jika digunakan
tanpa petunjuk-Nya.
Jangan sampai hidup lalai bahkan malah masuk kategori
merugi, diwajibkan bagi umat Islam untuk selalu berdoa memohon hidayah-Nya
sekaligus memohon taufik-Nya. Bacaan wajib surat Al Faatihah setiap sholat,
mengandung “tunjukilah kami jalan yang lurus”.
Menulis memang perlu dan ada ilmunya. Seperti orang
berbicara atau bahasa lisan, ada aturan main, kode etik, tata caranya. Tidak
asbun atau asal bunyi. Selain tata bahasa perlu ditunjang tata ucap. Jangan
asal buka mulut karena sebagai hak asasi siempunya mulut. Mau menguap sambil
bicara. Semau gué.
Hak prerogatif Allah untuk memberikan taufuk dan
hidayah-Nya atau petunjuk-Nya. Kondisi ini sebagai cambuk bagi umat Islam untuk
tetap berdoa dan memohon kepada-Nya. Simak kandungan Al-Qur’an (QS At Taghaabun [64] : 11)
:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya
Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”
Syarat beriman, artinya totalnya iman sesuai Rukun Iman.
Disertai melaksanakan segala perintah-Nya sekaligus menjauhi segala
larangan-Nya.
Landasan niat plus multimotivasi untuk menulis. Berdoa
dan mohon kepada-Nya agar radar hati, mata dan telinga bisa peka menangkap
ayat-ayat Allah. Allah SWT menurunkan ayat-ayat-Nya melalui 2 jalur : (1) jalur
formal yaitu ayat qouliyah dan (2) jalur non-formal yaitu ayat kauniyah. Ayat
qouliyah adalah kalam Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan sebagai wahyu kepada
Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ayat kauniyah adalah fenomena alam, gejala alam,
tanda-tanda alam, jalurnya tidak formal dan manusia bebas menafsirkannya.
Pengalaman membuktikan, saat mendengar pembicaraan, pas
ada kalimat yang padat, hati bergetar. Tiba-tiba tanpa diminta atau ditanya ada
orang berujar, berucap kepada kita. Pertanda ada masukan substansial sebagai
bahan baku tulisan.
Mendengar celotehan anak di jalanan, sebagai sumber
inspirasi. Membaca cepat, mata kita tertambat pada kalimat, pertanda radar hati
bekerja baik. Melihat tingkah laku gerak anak manusia, dengan aneka adegan dan atraksi
alaminya, tantangan buat kita untuk menyimpulkannya.
Asupan gizi, nutrisi dan rohani jelas akan menentukan
kadar tulisan yang akan kita produksi. Sebagai “bukti tertulis” menjadi
kewajiban moral agar jangan asal menulis. Mentang-mentang tangan adalah tangan
sendiri. Bebas berolah tangan.
Cerdas diri agar tangan di bawah komunikasi, koordinasi,
kendali diri secara bijak. Ikhtiar agar tangan tetap berada di jalur-Nya. Apa
yang akan kita tulis, mohon kepada-Nya. Jika ada petunjuk-Nya, renungkanlah.
Akal kita mengembara untuk memperkaya substansi serta mencari kalimat yang
bukan hafalan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar