Ketika Bhayangkara
Berburu "Musuh Negara"
Suasana
kebangsaan yang masih trauma oleh akibat kudeta berdarah, makar konstitusional,
pemberontakan bersenjata atau sebutan lainnya, yang dilakukan untuk kedua
kalinya oleh PKI. Dikenal dengan sebutan G30S 1965 PKI, menjadikan bangsa
Indonesia serta merta bersatu. Merasa satu.
Nuansa,
momentum ini sangat dimanfaatkan oleh yang kemudian menjadi penguasa tunggal
Orde Baru, presiden RI kedua, Jenderal Suharto. Salah satu jargonnya adalah
“Stabilitas Nasional”.
Urusan
dalam negeri, keamanan dalam negeri lebih dititikberatkan untuk mendeteksi
sejak dini gejalan anti kemapanan. Apalagi gerakan disintegrasi, garakan
separatis. Pihak yang disinyalir, diindikasikan berpotensi akan menggoyah
stabilitas penguasa, tanpa pandang bulu dan ego keturunan langsung dibasmi di
tempat.
Trauma
rakyat adalah jika mendapat stigma sebagai “musuh negara”. Sekedar berucap,
berujar atau sekedar rasan-rasan sudah dianggap masuk pasal darurat. Sebelum
meluas, menjalar, mewabah langsung dipadamkan sampai ke akar-akarnya.
Peranan
militer (baca ABRI yang merupakan tentara plus polisi) yang menggawangi bidang
pertahanan/keamanan, mejadi dominan. Sejarah mengatakan bahwa peran sosial
politik dalam ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya
sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Dengan konco dw, bolo dw, kalau tak mau
merapat ke barisannya, Suharto tanpa sungkan, tanpa beban, tanpa ragu, tanpa
merasa malu, aka memasukkan membariskan mereka di kotak sang dalang.
Pasca bergulirnya reformasi yang
dimulai dari pincaknya, 21 Mei 1998, yang secara historis mempu
me-lengserkebrabon-kan Bapak Pembangunan Suharto dari kursi persiden RI kedua.
Pertama, Tap MPR VI/2000 tentang
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kedua,
Perubahan UUD NRI 1945, sampai Perubahan Keempat, selain melahiran lembaga
negara baru, juga menata dan membagi ulang kekuasaan lembaga negara yang sudah
ada.
Pembagian kekuasaan antara eksekutif,
legislatif, dan judikatif dalam Pemerintahan . tidak sekedar bukti pengakuan
akan kekurangan sumber daya manusia yang masuk kadar atau kategori negarawan.
Akhirnya, akibatnya, ketika zaman Orde
Baru, ABRI mampu menghimpun dana di luar jalur dan kebijakan APBN.
Untuk mendudukan perkara pada pasalnya,
kita simak dengan cermat UU
RI 17/2011 tentang Intelijen Negara, Pasal 1 ayat 8 menjelaskan : Pihak Lawan adalah pihak dari dalam dan luar
negeri yang melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, serta tindakan yang dapat
mengancam kepentingan dan keamanan nasional.
Untuk agar
supaya tulisan ini tidak imajinatif, kita baca buku ”Hubungan Intelijen - Negara 1945-2004”, Andi Widjajanto dan Artanti Wardhani, Jakarta 2008. Saya tampilkan : Operasi rahasia juga
dapat diselenggarakan untuk sasaran dalam negeri, namun hanya dapat dilakukan untuk
menghadapi sasaran yang memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut, yaitu (1)
bekerja bagi kepentingan negara asing atau musuh, contohnya spionase; (2)
menunjukkan permusuhan terhadap konstitusi dan sendi kehidupan bernegara,
contohnya separatisme, ekstremisme ideologis yang melibatkan kekerasan dan
cara-cara yang tidak demokratis; (3) mendorong terjadinya konflik kekerasan
primordial; (4) menggunakan cara-cara kekerasan untuk melakukan suatu perubahan
sosial politik, contohnya terorisme dan pemberontakan bersenjata.
Intelijen nasional diarahkan untuk menangangi masalah-masalah keamanan
dalam negeri; intelijen
strategis diarahkan untuk mengurangi pendadakan strategis dari musuh
yang berasal dari luar negeri; sementara intelijian militer diarahkan untuk mengumpulkan
informasi-informasi potensi ancaman militer bersenjata serta informasi teknis
pertempuran yang dibutuhkan untuk menggelar suatu operasi militer.
Dalam
kondisi perang, aktivitas intelijen umumnya bersifat lebih ofensif, sehingga
memperbesar kemungkinan terjadinya pelanggaran norma dan aturan yang telah
ditetapkan. Hal ini terjadi karena intelijen tidak saja sekadar mengumpulkan informasi,
tetapi sekaligus berperan sebagai pemburu musuh primordial.
Tak salah kalau Indonesia sedang
dalam kondisi perang melawan ketinggalan peradaban.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar