praktik demokrasi setara
nusantara, di sana girang vs di sini
garing
Bagaimana korelasi antara indeks kompetitif manusia politik dengan indeks
kompetitif manusia ekonomi. Apakah ada kesetaraan, artinya masuk kategori yang
sama.
Kutak tahu, bagimana sejatinya parpol terbuka dan apa itu parpol tertutup. Karena
daya Rp, sebuah manusia politik tanpa pengalaman politik, bisa dimanfaatkan
oleh parpol. Menjadi caleg, cakada bahkan cakara.
Sejak kapan pung, manusia ekonomi nusantara yang sejatinya menentukan nasib
kisah sukses manusia politik. Faktor polularitas, elektabilitas memang masih
menjadi nilai jual. Di daerah, teriring melajunya dinasti politik. Elite lokal
dalam pilkada tidak bisa dianggap remeh. Koalisi nasional tak laku di daerah.
UU Desa menjadikan pemilihan kepala desa menjadi praktik demokrasi
multiaspek.
Jadi, sebuah parpol – mau tak mau terutama efek domino ‘nasakom’ –
menjadikan landasan ideologinya berlapis-lapis. Menampung semua menu atau aliran
politik. Tak menampik ideologi regional, global.
Diuntungkan dengan karakter manusia pribumi nusantara yang masih
berorientasi ke ketokohan seseorang. Sosok, figur, atau bak idola generasi
gojak-gajek menjadi daya tarik. Di negara adidaya macam AS, bintang film bisa
terpilih sebagai presiden.
Nusantara kaya bahkan surplus komedian politik. Kutu loncat bukan pasal
nista. Kader parpol terjerat OTT KPK, tinggal dipecat. Cadangan sudah antri. Tidak
perlu pakai nomor urut, asal penurut. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar