Halaman

Kamis, 26 September 2019

praktik demokrasi setara nusantara, di sana girang vs di sini garing


praktik demokrasi setara nusantara, di sana girang vs  di sini garing

Bagaimana korelasi antara indeks kompetitif manusia politik dengan indeks kompetitif manusia ekonomi. Apakah ada kesetaraan, artinya masuk kategori yang sama.

Kutak tahu, bagimana sejatinya parpol terbuka dan apa itu parpol tertutup. Karena daya Rp, sebuah manusia politik tanpa pengalaman politik, bisa dimanfaatkan oleh parpol. Menjadi caleg, cakada bahkan cakara.

Sejak kapan pung, manusia ekonomi nusantara yang sejatinya menentukan nasib kisah sukses manusia politik. Faktor polularitas, elektabilitas memang masih menjadi nilai jual. Di daerah, teriring melajunya dinasti politik. Elite lokal dalam pilkada tidak bisa dianggap remeh. Koalisi nasional tak laku di daerah.

UU Desa menjadikan pemilihan kepala desa menjadi praktik demokrasi multiaspek.

Jadi, sebuah parpol – mau tak mau terutama efek domino ‘nasakom’ – menjadikan landasan ideologinya berlapis-lapis. Menampung semua menu atau aliran politik. Tak menampik ideologi regional, global.

Diuntungkan dengan karakter manusia pribumi nusantara yang masih berorientasi ke ketokohan seseorang. Sosok, figur, atau bak idola generasi gojak-gajek menjadi daya tarik. Di negara adidaya macam AS, bintang film bisa terpilih sebagai presiden.

Nusantara kaya bahkan surplus komedian politik. Kutu loncat bukan pasal nista. Kader parpol terjerat OTT KPK, tinggal dipecat. Cadangan sudah antri. Tidak perlu pakai nomor urut, asal penurut. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar