mentalitas pengkursi
nusantara, soyo tuman vs opo tumon
Metode overlay alias tumpang tindih – semacam tumpang
sari – digunakan untuk mengetahui agihan mentalitas pengkursi nusantara. Dugaan
yang digunakan dalam sidik acak ini yaitu, fakta olok-olok politik, ujaran
pamer bego, stabilitas otak-kanan dan otak kiri politik, serta kemanfaatan
kaki-tangan.
Agihan mentalitas pengkursi nusantara di klasifikasikan
kedalam empat (4) kelas kebebalan yaitu (1) tidak bebal, (2) cukup bebal, (3) bebal
dan (4) sangat bebal. Generasi milenial mengenal bebal saja dan atau bebal sekali.
Metode modus manipulasi fakta sejarah berlapis, berganda
digunakan untuk mengetahui parameter yang paling berpengaruh signifikan
terhadap kebebalan manusia politik nusantara. Asumsi hitung mundur secara masif
digunakan untuk mengukur pengaruh antara
lebih dari satu variabel prediktor/bebas terhadap variabel terikat.
Dalam sidik acak ini variabel bebas terdiri dari empat
parameter, yaitu (1) tidak bebal, (2) cukup bebal, (3) bebal dan (4) sangat
bebal. Variabel terikat yang digunakan adalah kebebalan manusia politik.
Sebetulnya, tanpa sidik acak, asumsi asal-asalan, sudah
ketahuan sejak dari sono-nya, faktor bawaan sejak sebagai anak cucu
ideologis ‘nasakom’. Akhirnya, menjadi nila sebelanga. Percuma susu senusantara.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar