Halaman

Senin, 09 September 2019

merasa 'sukur' menjadi syarat koalisi kufur


merasa 'sukur' menjadi syarat koalisi kufur

Bukan berita plesetan. Akronim sesuatu kata yang khas, acap memang begitulah. Bahkan bahasa Jawa bisa menguraikan nama binatang sesuai karakternya. Misal, nama binatang kodok, singkatan dari teko-teko ndodok. Memang katak, setiap datang, atau datang-datang langsung jongkok. Tidak ada aba-aba atau perintah siapa pun.

Sarung kependekan dari kesasar ning irung. Mau dipakai dari atas kepala, pada umumnya nyasar ke hidung. Dipakai dari bawah, saat diangkat juga akan meliwati teritorial hidung. Dikalungkan, dislempangkan, disampirkan di bahu, juga akan menyenggol teritorial hidung.

Yen mungkur, isi menjadi kursi. Sepi yen miring, menjadi piring. Diangkat mboko sitok, maksudnya kaki diangkat satu persatu sat pakai celana atau katok. Kalau duduk, celana bisa dipakai atau dilepas kaki kanan bareng kaki kiri.

Jarwo dosok kata etnis Jawa-Yogyakarta. Melengkapi khazanah guyon parikeno. Sindiran halus yang tersindir malah terbahak. Seperti stand-up comedy atau komedi tunggal. Pihak yang dikritik malah cuek bebek. Kebal hukum dan memang manusia bebal.

Koq belum menyangkut apa itu lema ‘sukur’. Sesekian ini, masih dikenal sebagai ‘suka kurang’. Kurang banyak, kurang lama. Pokoknya yang serba enak-enak. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar