Halaman

Senin, 20 Februari 2017

trilogi ikatan semu koalisi partai politik, tulus-mulus-fulus



trilogi ikatan semu koalisi partai politik, tulus-mulus-fulus

Gabungan partai politik, yang secara ideologis adalah mustahil, khususnya NKRI sebagai negara multipartai, namun menjadi syarat baku dalam pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Syarat jumlah partai di DPR daerah untuk mengusung pasangan calon yang ikut pilkada, ada batas minimalnya.

Koalisi parpol di pusat, bisa menjadi musuh bebuyutan atau kalau ada maunya, seolah tampak akur. Di daerah, koalisi lebih dinamis, luwes dan kondisional. Sampel, terjadinya calon tunggal di pilkada serentak rabu, 15 Februari 2017. Bahwa bukan kandungan ideologis saja yang menentukan pencalonan. Kondisi ini bisa sebagai pembeda sekaligus persamaan dengan daerah yang diwarnai politik dinasti. Ketetapan hati partai di DPR daerah bisa tergantung kekuatan angin politik dan imajinasi politik.

Bagaimana dengan koalisi di internal partai politik. Latar belakang dari niat untuk masuk suatu parpol sangat menentukan ikatan yang terjadi. Pendidikan politik, proses pengkaderan, sistem rekrutmen menjadi faktor penentu tumbuh kembangnya suatu ikatan di internal partai.

Jika terjadi dualisme di sebuah parpol, muncul dua kubu berebut jabatan ketua umum, sebagai pertanda bahwa kekuasaan menjadi landasan utama pengabdian. Jika tertangkap tangan ada kader bak kutu loncat. Indikasi bahwa nafsu syahwat politik dominan dan menentukan olah pikir, gaya ucap dan laku tindak oknum ybs.

Sebetulnya masih banyak contoh nyata, segar, obyektif yang bukannya mendukung judul, tetapi memperkuat kesimpulan yang mengerucut ke judul. Pertanyaan sederhanya, mengapa semua itu bisa terjadi. Ini menjadi PR bersama bagi sisa anak bangsa yang tidak terkontaminasi kadar politik yang serba téga.  [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar