dinamika politik
Nusantara mendorong terwujudnya politik dinamisme
Cukup mengacu pada satu lema di
Kamus Bahasa Indonesia, Depdiknas 2008, yaitu dinamisme n kepercayaan bahwa segala
sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yg dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan usaha manusia dl mempertahankan hidup.
Dinamika politik Nusantara yang
memasuki area abu-abu di periode 2014-2019, ternyata membawa hikmah tersembunyi.
Masa transisi ini terjadi bencana politik,bak proses metamorfosis untuk menjadi manusia
politik yang serbamau. Tuah reformasi yang dioplos dengan ramuan, resep, rumus,
formula revolusi mental, demi kepentingan dan kebijakan partai maka laku apapun
menjadi halal. Pelaku, pegiat, pekerja partai mendewakan akal, mengangungkan
daya akal, sampai kehabisan akal, semata hanya meraih sisi dunia. Prestasi diukur
dari keberhasilan dan sukses terukur secara fisik. Padahal sudah suratan sumpah
janji dalam mempraktikkan tugas, fungsi dan wewenang sebagai penyelenggara negara.
Kalau rakyat biasa bisa berbuat
banyak dan bermanfaat bagi tanah air, karena mereka bekerja, berkarya,
berprestasi tanpa pamrih. Pamrihnya hanya mencari sesuap nasi. Rakyat tidak
mengenal kalkulasi politik. Tidak perlu dan butuh biaya politik untuk mengabdi
kepada nusa bangsa, ibu pertiwi. Bagi rakyat jelata, pengorbanan dirasakan tak
sebanding dengan kemurahan dan keramahan
alam. Nyaman di negeri tanpa konflik agama, sosial, dan politik. Kerja layak dan
manusiwi dengan waktu tersedia 24 jam sehari. Rakyat kecil tak pernah iri hati,
dengki apalagi dendam politik kepada segelintir anak bangsa yang sukses
duniawi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar