Halaman

Senin, 13 Februari 2017

kewaspadaan umat, di antara kerling singa lapar dan senyum serigala rakus



kewaspadaan umat, di antara kerling singa lapar dan senyum serigala rakus

Umat Islam di Indonesia memang populasinya mayoritas. Namun bisa dilindas dan ditindas oleh yang minoritas. Lebih parah lagi, justru sebagain umat Islam, entah karena Islam saja atau Islam banget, dengan ringan kepala alias mudah menangkap isyarat kerling, senyum atau pelototan mata pihak minoritas. Mudah dipancing dengan iming-iming kenikmatan dunia.

Bagi yang ringan mulut atau ringan lidah, berkat kekuasaan formal di tangan, mudah menjadi agitator, provokator, agrésor. Menjadi ahli tebar fitnah secara sah, formal, legal, sesuai pasal dan konstitusional. Kelakuan ini malah menjadi ladang utama penyelenggara negara.

Aneka watak yang dipunyai dan ada di wayang kulit, wayang golek ternyata masih belum mewakili watak para pelakon di panggung politik. Hebatnya lagi, satu petugas partai bisa melakonkan watak apa saja. Bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dikunjungi. Bisa mematut diri dan memposisikan diri dengan siapa yang akan dikunjunginya atau menerima tamu kehormatan, tamu kenegaraan dari negara sahabat.

Jangan lupa, tidak ada diskriminasi gender di panggung, industri, syahwat politik dalam negeri. Ada singa tua kegenit-genitan, harimau ompong sempoyongan, serigala bercambang bauk, babi klimis, buaya  bergincu. Pokoknya, seperti yang tampil di media massa.

Itu saja kawan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar