kewaspadaan
umat, di antara kerling singa lapar dan senyum serigala rakus
Umat Islam di Indonesia
memang populasinya mayoritas. Namun bisa dilindas dan ditindas oleh yang
minoritas. Lebih parah lagi, justru sebagain umat Islam, entah karena Islam
saja atau Islam banget, dengan ringan
kepala alias mudah menangkap isyarat kerling, senyum atau pelototan mata pihak
minoritas. Mudah dipancing dengan iming-iming kenikmatan dunia.
Bagi yang ringan mulut atau
ringan lidah, berkat kekuasaan formal di tangan, mudah menjadi agitator,
provokator, agrésor. Menjadi ahli tebar fitnah secara sah, formal,
legal, sesuai pasal dan konstitusional. Kelakuan ini malah menjadi ladang utama penyelenggara negara.
Aneka watak yang
dipunyai dan ada di wayang kulit, wayang golek ternyata masih belum mewakili
watak para pelakon di panggung politik. Hebatnya lagi, satu petugas partai bisa
melakonkan watak apa saja. Bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
dikunjungi. Bisa mematut diri dan memposisikan diri dengan siapa yang akan
dikunjunginya atau menerima tamu kehormatan, tamu kenegaraan dari negara
sahabat.
Jangan lupa, tidak
ada diskriminasi gender di panggung, industri, syahwat politik dalam negeri. Ada
singa tua kegenit-genitan, harimau ompong sempoyongan, serigala bercambang
bauk, babi klimis, buaya bergincu. Pokoknya,
seperti yang tampil di media massa.
Itu saja kawan.
[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar