Halaman

Jumat, 17 Februari 2017

parpol Islam, main api vs main mata



parpol Islam, main api vs main mata

Apakah di éra mégatéga, serbatéga, téga-téganya, sebagai efek domino negara multipartai, katanya yang empunya sejarah reformasi yang diawali dari puncaknya. Target, sasaran dan tujuan besar reformasi tercapai secara utuh, bulat ketika presiden kedua RI, Jendaral Besar Suharto, menyatakan diri dirinya mundur dari jabatan presiden.

Efek politiknya, yaitu dengan serta merta PPP, PDI dan Golongan Karya, secara yakin dan sadar membelah diri. Bebas dari pingitan, kekangan Orde Baru. Rasionalisasi parpol di zaman Orde Baru, berlanjut secara informal di era pasca Reformasi. Mengapa orang begitu téga, ambisius, téndénsius mendirikan partai politik, tanpa mengukur kapasitas diri. Apa cuma mengandalkan massa loyalis, pengikut sampai relawan bayaran. Apa cuma menjagakan bisa bangun rumah partai sesuai syarat. Atau ada faktor terselubung yang tak etis disingkap dan diungkap, walau sudah terlanjur babak belur dan menjadi bubur. Mengapa manusia politik Nusantara begitu téga mengkangkangi partai seolah hak milik pribadi.

Musuh dalam selimut atau tantangan nyata di depan mata parpol Islam hanya satu, yaitu ketika ulama atau tokoh umat Islam tidak mengurus umatnya, malah merecoki urusan negara. Urusan negara sebagai fungsi politik, halal dan haram menjadi satu, hak dan batil berjalan beriringan.

Parpol Islam bisa memiliki misi strategis, melaksanakan agama Islam secara kontekstual dalam  format politik, menjalankan amanah politis dengan fokus rakyat sejahtera. Dedikasi dan warisan politik parpol Islam tidak sekedar parpol bebas korupsi, atau bebas tindak pidana lainnya, wajib difahami dan disemangati sebagai sebuah Amanah Regenerasi. Amanah Regenerasi berangkat dari makna yang terkandung di (QS An-Nisaa’ [4] : 9) : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar

Kinerja dan kiprah parpol Islam tidak sekedar diukur dalam perolehan jatah kursi di legislatif, eksekutif dan yudikatif; banyaknya pengurus sampai tingkat kecamatan atau masuk kategori parpol bebas korupsi, tetapi lebih diukur pada peningkatan rakyat sejahtera. Rakyat atau umat Islam yang sudah menyiapkan generasi pewaris masa depan.

Sudah bukan jaman. éranya lagi, terjadi dikotomi Islam Modern dengan Islam Tradisional, Islam Nusantara dengan Islam Lokal, yang memang sebagai dasar pembentukan parpol Islam. Parpol Islam jangan terjebak pada format politik nasional yang bersifat fluktuatif serta rentan terhadap intervensi kepentingan global.

Ketika merah sang Merah-Putih semakin merah, parpol Islam bukan mengantisipasi atau mengambil langkah proaktif secara nyata, terukur dan menerus. Usai pilkada serentak 15 Februari 2017, sebagai barometer bentuk perstua dan kesatuan antar parpol Islam. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar