demokrasi versi revolusi mental, sadumuk bathuk, sanyari
bumi
Maknawi atau secara léksikal peribahasa bahasa Jawa “sadumuk bathuk, sanyari bumi”, silahkan pembaca menafsirkan dengan tafsir bebas. Yakin diri dengan atau
sudah menemukan dan menentukan sikap, tinggal siap memantapkan diri. Lanjut.
Apa rumusan atau naskah akademis dari demokrasi versi
revolusi mental. Kita bisa tanya kepada siapa saja, yang kita temui di jalan. Khususnya
mereka yang dengan gagahnya memakai atribut, lambang parpol tertentu.
Agar tidak bertele-tele, kita kembali ke pakem yang sudah
mulai kabur. Tepatnya, bagaimana agar ibukota negara, tidak menjadi bak gula
yang memacu dan memicu datangnya semut dari penjuru Nusantara. Sampai bagaimana
agar DKI Jakarta tidak langganan BMKG (banjir, macet, kebakaran,
gusur-menggusur).
Gampang kawan. Dan sudah setengah terbukti. Kembalikan ingatan
kita kepada niat suci pemerintah untuk menyewakan pulau kecil di NKRI kepada
negara asing, investor asing. Artinya, biarkan Jakarta dikelola oleh pihak
asing.
Bukti setengah sisanya, UU saja bisa dilanggar untuk
memposisikan kembali terdakwa gubernur DKI Jakarta si penista agama. Agar sukses di pilkada serentak rabu, 15 Februari 2017. Tunggu
Jokowi akan keluarkan peraturan pemerintah pengganti UU. Kalau pemerintah didukung
total oleh kroni-kroninya, relawannya,
cecunguk, begundal sampai berani pasang badan, rakyat mau mengadu ke siapa?
Pertanda zaman kawan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar