Halaman

Minggu, 12 Februari 2017

demokrasi versi revolusi mental, sadumuk bathuk, sanyari bumi



demokrasi versi revolusi mental, sadumuk bathuk, sanyari bumi

Maknawi atau secara léksikal peribahasa bahasa Jawa sadumuk bathuk, sanyari bumi”, silahkan pembaca menafsirkan dengan tafsir bebas. Yakin diri dengan atau sudah menemukan dan menentukan sikap, tinggal siap memantapkan diri. Lanjut.

Apa rumusan atau naskah akademis dari demokrasi versi revolusi mental. Kita bisa tanya kepada siapa saja, yang kita temui di jalan. Khususnya mereka yang dengan gagahnya memakai atribut, lambang parpol tertentu.

Agar tidak bertele-tele, kita kembali ke pakem yang sudah mulai kabur. Tepatnya, bagaimana agar ibukota negara, tidak menjadi bak gula yang memacu dan memicu datangnya semut dari penjuru Nusantara. Sampai bagaimana agar DKI Jakarta tidak langganan BMKG (banjir, macet, kebakaran, gusur-menggusur).

Gampang kawan. Dan sudah setengah terbukti. Kembalikan ingatan kita kepada niat suci pemerintah untuk menyewakan pulau kecil di NKRI kepada negara asing, investor asing. Artinya, biarkan Jakarta dikelola oleh pihak asing.

Bukti setengah sisanya, UU saja bisa dilanggar untuk memposisikan kembali terdakwa gubernur DKI Jakarta si penista agama. Agar sukses di pilkada serentak rabu, 15 Februari 2017. Tunggu Jokowi akan keluarkan peraturan pemerintah pengganti UU. Kalau pemerintah didukung total oleh kroni-kroninya, relawannya, cecunguk, begundal sampai berani pasang badan, rakyat mau mengadu ke siapa?

Pertanda zaman kawan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar