Halaman

Rabu, 22 Februari 2017

pemerintah uji nyali di negeri sendiri



pemerintah uji nyali di negeri sendiri

Apapapun pasal kasus ulah PT Freeport Indonesia (PTFI), sejak beroperasinya, secara tak langsung membuktikan kadar rasa nasionalisme dan jiwa patriot penyelenggara negara.

Freeport Indonesia adalah perusahaan pertambangan Indonesia yang berafiliasi dengan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Freeport Indonesia mengeksplorasi, menambang, dan memproses bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Kami beroperasi di dataran tinggi Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Freeport Indonesia berkantor pusat di Jakarta. Kami memasarkan berbagai konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak ke seantero dunia.

Kompleks pertambangan Grasberg kami merupakan salah satu penghasil tembaga dan emas tunggal terbesar dunia, sekaligus mengandung sejumlah cadangan tembaga tambang ulang terbesar dan cadangan emas tunggal terbesar dunia. Grasberg merupakan jantung dari daerah mineral yang berprospek tinggi tempat eksplorasi yang terus berjalan memberikan kesempatan berlanjut bagi cadangan-cadangan kami yang berumur  panjang.(sumber : buku “Menghubungkan Dunia. Laporan Berkarya Menuju Pembangunan Berkelanjutan 2011”, PTFI). Kita lanjut otak-atik isi buku tsb.

Cukup satu saja, cuma mengacu semboyan PTFI adalah :
Tantangan mendasar kami adalah mencari cara-cara berproduksi yang paling efektif sehingga memungkinkan kami untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk-produk kami dengan pembiayaan yang efektif sekaligus meminimalkan dampak-dampak negatif.

Ada apa dibalik fakta “kami dengan pembiayaan yang efektif sekaligus meminimalkan dampak-dampak negatif”.

Jangan sampai terjadi buruk sangka, salah duga, asal dakwa, main kira-kira. Kita lacak penggunaan frasa dampak negatif”. Kita asal comot yang ada di buku :
§    Namun demikian, tuntutan sosial maupun kondisi labil disekitar wilayah kerja kami dapat berdampak negatif terhadap kegiatan kami.
§    Ketidakmampuan memperoleh pasokan energi yang cukup dengan harga yang layak dapat berdampak negatif bagi laba, arus kas, dan peluang pertumbuhan.
§    Kami mengalokasikan sumber daya cukup besar bagi penanggulangan berbagai masalah kualitas air yang secara jangka pendek maupun jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan kami maupun terhadap pemangku kepentingan.
§    Selanjutnya, operasi kami memerlukan air dalam jumlah yang besar dan kekurangan pasokan air dapat berdampak negatif terhadap biaya kami, produksi dan kinerja keuangan.
§    Kami sadari operasi kami memiliki potensi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati lingkungan sekitar.
§    Pada 2011, Freeport Indonesia juga menerima sejumlah keluhan terkait dengan peningkatan sedimentasi material Sirsat perusahaan di daerah muara, yang dilaporkan berdampak negatif pada jalur-jalur transportasi air yang dipakai oleh masyarakat di kampung-kampung pesisir sebagai akses menuju kota Timika.

Jangan menyerah kawan. Masih ada lagi yang bisa kuak. Ada apa dibalik fakta “biaya efektif”. Menarik, ada satu alenia berujar :
Bagian Freeport Indonesia untuk menunjang biaya keamanan yang disediakan Pemerintah mencapai 14 juta dolar AS pada 2011. Dukungan penunjang ini terdiri dari beragam biaya prasarana dan biaya lain, seperti makanan, perumahan, bahan bakar, perjalanan, perbaikan kendaraan, uang saku untuk menutupi biaya tidak terduga dan administratif, dan program bantuan masyarakat yang dijalankan oleh tentara dan polisi untuk mendorong keselarasan dengan masyarakat setempat.

Jangan berangan-angan soal keamananan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 14 juta dolar AS pada 2011, sama dengan berapa Rupiah. Memang masih banyak ‘biaya’ yang tersurat di buku tsb.

Bagaimana dengan kebijakan Pemerintah terhadap kemanfaatan Freeport atau bisa mempengatuhi sinergi, kinerja, daya operasionalisasi Freeport. Kita simak alenia berikut :
Berbagai persyaratan peraturan baru maupun undang-undang terkait emisi gas rumah kaca berpotensi menimbulkan resiko peningkatan biaya bahan baku dan energi. Biaya energy adalah sekitar 21 persen dari biaya produksi tembaga terkonsolidasi FCX, termasuk Freeport Indonesia, dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat. Ketidakmampuan memperoleh pasokan energi yang cukup dengan harga yang layak dapat berdampak negatif bagi laba, arus kas, dan peluang pertumbuhan.

Jadi, jika sekarang ada kasus akibat Permen ESDM 6/2017, karena PTFI berstatus Kontrak Karya (KK) tidak dapar melakukan ekspor. Tentu tidak kaitannya dengan kasus “papa minta saham” oknum Ketua DPR RI saat itu.

Masalahnya, jika saat Pemerintah menghadapai aksi damai umat Islam, tampah gagah perkasa. Ditambah tampilan aparat keamanan negara yang tampak begitu digdaya. Belum lagi adanya pihak tertentu yang siap pasang badan bela-bela. Bagaimana sikap Pemerintah menghadapi kasus Freeport. Jangan-jangan . . . .[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar