pemerintah uji nyali di negeri sendiri
Apapapun pasal kasus ulah PT Freeport Indonesia (PTFI),
sejak beroperasinya, secara tak langsung membuktikan kadar rasa nasionalisme
dan jiwa patriot penyelenggara negara.
Freeport Indonesia adalah perusahaan pertambangan
Indonesia yang berafiliasi dengan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.
Freeport Indonesia mengeksplorasi, menambang, dan memproses bijih yang
mengandung tembaga, emas, dan perak. Kami beroperasi di dataran tinggi
Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Freeport Indonesia berkantor pusat di
Jakarta. Kami memasarkan berbagai konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan
perak ke seantero dunia.
Kompleks pertambangan Grasberg kami merupakan salah satu
penghasil tembaga dan emas tunggal terbesar dunia, sekaligus mengandung
sejumlah cadangan tembaga tambang ulang terbesar dan cadangan emas tunggal
terbesar dunia. Grasberg merupakan jantung dari daerah mineral yang berprospek
tinggi tempat eksplorasi yang terus berjalan memberikan kesempatan berlanjut
bagi cadangan-cadangan kami yang berumur panjang.(sumber : buku “Menghubungkan Dunia. Laporan
Berkarya Menuju Pembangunan Berkelanjutan 2011”, PTFI). Kita lanjut otak-atik
isi buku tsb.
Cukup satu saja, cuma mengacu
semboyan PTFI adalah :
Tantangan mendasar kami adalah
mencari cara-cara berproduksi yang paling efektif sehingga memungkinkan kami
untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk-produk kami dengan pembiayaan yang
efektif sekaligus meminimalkan dampak-dampak negatif.
Ada apa dibalik fakta “kami dengan pembiayaan yang
efektif sekaligus meminimalkan dampak-dampak negatif”.
Jangan sampai terjadi buruk sangka, salah duga, asal dakwa, main
kira-kira. Kita lacak penggunaan frasa “dampak negatif”. Kita asal comot yang ada di buku :
§
Namun demikian, tuntutan sosial maupun kondisi labil disekitar wilayah
kerja kami dapat berdampak negatif terhadap kegiatan kami.
§
Ketidakmampuan memperoleh pasokan energi yang cukup dengan harga yang layak
dapat berdampak negatif bagi laba, arus kas, dan peluang pertumbuhan.
§
Kami mengalokasikan sumber daya cukup besar bagi penanggulangan berbagai
masalah kualitas air yang secara jangka pendek maupun jangka panjang dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan kami maupun terhadap pemangku
kepentingan.
§
Selanjutnya, operasi kami memerlukan air dalam jumlah yang besar dan kekurangan
pasokan air dapat berdampak negatif terhadap biaya kami, produksi dan kinerja
keuangan.
§
Kami sadari operasi kami memiliki potensi dampak negatif terhadap
keanekaragaman hayati lingkungan sekitar.
§
Pada 2011, Freeport Indonesia juga menerima sejumlah keluhan terkait dengan
peningkatan sedimentasi material Sirsat perusahaan di daerah muara, yang
dilaporkan berdampak negatif pada jalur-jalur transportasi air yang dipakai
oleh masyarakat di kampung-kampung pesisir sebagai akses menuju kota Timika.
Jangan menyerah kawan. Masih ada lagi yang bisa kuak. Ada apa dibalik fakta
“biaya efektif”. Menarik, ada satu alenia berujar :
Bagian Freeport Indonesia untuk menunjang
biaya keamanan yang disediakan Pemerintah mencapai 14 juta dolar AS pada 2011.
Dukungan penunjang ini terdiri dari beragam biaya prasarana dan biaya lain,
seperti makanan, perumahan, bahan bakar, perjalanan, perbaikan kendaraan, uang
saku untuk menutupi biaya tidak terduga dan administratif, dan program bantuan
masyarakat yang dijalankan oleh tentara dan polisi untuk mendorong keselarasan
dengan masyarakat setempat.
Jangan berangan-angan soal keamananan yang menjadi
tanggung jawab Pemerintah. 14 juta dolar AS pada 2011, sama dengan berapa
Rupiah. Memang masih banyak ‘biaya’ yang tersurat di buku tsb.
Bagaimana dengan kebijakan Pemerintah terhadap kemanfaatan Freeport atau
bisa mempengatuhi sinergi, kinerja, daya operasionalisasi Freeport. Kita simak
alenia berikut :
Berbagai persyaratan
peraturan baru maupun undang-undang terkait emisi gas rumah kaca berpotensi
menimbulkan resiko peningkatan biaya bahan baku dan energi. Biaya energy adalah
sekitar 21 persen dari biaya produksi tembaga terkonsolidasi FCX, termasuk
Freeport Indonesia, dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat.
Ketidakmampuan memperoleh pasokan energi yang cukup dengan harga yang layak
dapat berdampak negatif bagi laba, arus kas, dan peluang pertumbuhan.
Jadi, jika sekarang ada kasus akibat Permen ESDM 6/2017,
karena PTFI berstatus Kontrak Karya (KK) tidak dapar melakukan ekspor. Tentu tidak
kaitannya dengan kasus “papa minta saham” oknum Ketua DPR RI saat itu.
Masalahnya, jika saat Pemerintah menghadapai aksi damai
umat Islam, tampah gagah perkasa. Ditambah tampilan aparat keamanan negara yang
tampak begitu digdaya. Belum lagi adanya pihak tertentu yang siap pasang badan
bela-bela. Bagaimana sikap Pemerintah menghadapi kasus Freeport. Jangan-jangan
. . . .[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar