Halaman

Sabtu, 18 Februari 2017

dikotomi politik parpol Islam, akal lahir vs akal batin



dikotomi politik parpol Islam, akal lahir vs akal batin

Rahasia umum kalau partai politik Islam yang didirikan oleh organisasi kemasyarakat Islam, khususnya ormas Islam yang lahir jauh sebelum proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, dapat disimpulkan terdapat loyalitas anggota yang nyaris total. Loyal kepada ketokohan atau loyal kepada sistem politik, menjadikan dinamika internal.

Ironis binti miris binti tragis, pasca reformasi yang bergulir mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, dengan kran demokrasi terbuka bebas. Salah banyak efeknya adalah munculnya parpol Islam seperti dsiebutkan di atas, atau parpol Islam yang mengusung atau mempunyai plat form tertentu. Jangan heran jika berhala reformasi 3K (kuasa, kaya, kuat) begitu merasuk dan melebur jadi satu ke jiwa pelopor, pendiri sampai dedengkot parpol Islam.

Momentum bersejarah, sebagai penanda bagaimana berpolitiknya parpol Islam, yaitu ketika MPR memilih dan sekaligus memberhentikan presiden keempat RI yaitu K.H. Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan sebutan Gus Dur. Gonjang-ganjing inilah sebagai cikal bakal apa yang kau cari parpol Islam.

Kembali ke ketokohan. Karena umat Islam sebagai populasi mayoritas di NKRI, namun nyatanya ternyata bukan pemegang kendali penuh di bidang politik, ekonomi baik yang bersifat lokal apalagi nasional.

Saat umat Islam menatap ‘lawan politik’ terlebih yang beda akidah, iman, maka akal yang bicara. Jangan lupa, secara umum, jika mau melihat dengan seksama apa itu politik dan bagaimana praktik politik parpol Islam, jangan pakai kacamata moral. Jadi, bagaimana akal yang dipakai oleh pelaku, pegiat, petugas parpol Islam.

Terlihat pada saat parpol Islam mengusung jagonya sendiri saat pilkada terlebih pilpres atau mendukung jago atau kandidat bukan dari partainya. Parpol Islam silau oleh prestasi duniawi pejawat, petahana yang ikut pilkada. Atau terpengaruh rekam jejak paslon yang seolah sudah sukses dengan karir dunia. Ini barometer sederhana tetapi secara empiris sebagai bukti bahwa parpol Islam hanya menggunakan akal lahir untuk meyakinkan diri dalam merangkul paslon yang sedang berlaga. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar