Halaman

Senin, 27 Februari 2017

akal politik anak bangsa mengakali godaan dunia



akal politik anak bangsa mengakali godaan dunia

Perjalanan akal politik anak bangsa, terbentuk sejak zaman penjajahan sebagai langkah awal merasa untuk harus merdeka. Kesamaan pemikiran, satu tujuan untuk merdeka, kompromi politik kental dan murni dengan nuansa persatuan dan kesatuan. Begitu kisah awalnya.

Pasang surut dinamika politik pasca Proklamasi Kemerdekaan NKRI, 17 Agustus 1945, diwarnai oleh pemerahan yang lebih nyata pada sang Merah-Putih oleh kudeta, makar, pemberontakan partai politik PKI, September 1948. Pemilu pertama tahun 1955, sebagai mulai merebaknya indikasi daya endus kekuasaan oleh segelintir petugas partai.

Koalisi politik Nasakom di zaman Orde Lama menjadi bumerang, senjata makan tuan bagi bung Karno. Kedua kalinya NKRI kecolongan oleh kudeta, makar, pemberontakan partai politik PKI, 30 September 1965. Tentu dengan sponsor dari negara yang sama, yang juga sebagai negara antimonotéis.

Berkat Pancasila Sakti hasil olahan, gubahan historis presiden kedua RI, Suharato, Nasakom lebur ke dalam partai politik dan golongan karya. PKI yang eksis di pemilu 1955, bahwa ideologi tak ada matinya, tetap melakukan gerakan dan operasi senyap. 6 (enam) kali pemilu di zaman Orde Baru malah semakin mengkokohkan pak Harto untuk tetap dipercaya dan atas kehendak rakyat lewat MPR/DPR tetap jadi presiden. Kondisi ini mirip “kesepakatan politik” yang mengangkat bung Karno sebagai presiden seumur hidup.

Akumulasi sejarah hitam Orde Lama dan Orde Baru muncul secara sinergis di periode 2014-2019. Tujuan utama, pertama anak bangsa berpolitik semata-mata, semata wayang hanya untuk merebut, mempertahankan, merebut kembali kekuasaan secara konstitusional. Memang bukan dengan cara PKI. Tetapi campur tangan, minimal asupan gizi negara sponsor, donator dua kali kudeta, makar, pemberontakan partai politik PKI mendominasi akal politik penyelenggara negara.

Untuk memudahkan pepatah “carilah ilmu sampai negeri Cina” diwujudkan dengan menyiapkan Nusantara di bawah komunikasi, korrdinasi, kendali negara Cina. Jadi, di tanah sendiri, anak bangsa bisa belajar langsung dari orang Cina. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar