Halaman

Selasa, 28 Februari 2017

politik taat asas, pulang kandang sebelum maghrib



politik taat asas, pulang kandang sebelum maghrib

Entah salah sanjung, keliru puji-puji orang tuanya, sehingga sang anak merasa serba merasa. Sampai-sampai berani merasa bahwa kekuasaan yang pernah diraih nenek moyang dapat diwariskan. Jadi ingat kasus Siti Aisyah vs Kim Jong-Nam yang sedang dan masih marak. Kasus yang bisa mengusik, mengganggu wibawa negara di mata dunia.

Namanya anak kesayangan, kebanggan keluarga, kalau hal yang dilarang malah sengaja dicari jalan keluarnya. Jangan pulang larut malam. Diterjemahbebaskan, kalau pulang pagi tidak salah. Tidak melanggar aturan, tata tertib keluarga dan norma lingkungan. Banyak yang melakukannya.

Pasca pesta demokrasi, hanya kalah tipis dengan juara umum. Bukannya cepat-cepat pulang mawas diri. Kian kemari umbar rasa sesal. Bukannya merapatkan barisan, menuntut ilmu dan berguru ke orang pintar. Tapi tetap mewariskan kekuasaan dan kenikmatan dunia ke anak cucu. Jadilah politik sebagai perusahaan keluarga. Jadilah kekuasaan diusahakan jatuh ke tangan keluarga, kerabat atau sanak keluarga.

Penyebab utama bencana politik lokal sampai nasional dikarenakan analisa politiknya sudah ketinggalan zaman. Cuma mengandalkan naluri, insting atau nafsu mendapat hasil yang optimal dengan modal pas-pasan, apa adanya, minimalis. Itu masih baik kawan, bisnis politiknya tetap jalan. Ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu. Sebaliknya, ketika tangan kiri “menerima”, tangan kanan pura-pura tidak tahu.

Ironis binti tragis binti miris, kendati tidak terlambat dibalik, namun tetap gosong. Walau sudah diaduk-aduk, diudak-udak, namun tetap ngintip, berkerak. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar