politik taat asas,
pulang kandang sebelum maghrib
Entah salah sanjung, keliru
puji-puji orang tuanya, sehingga sang anak merasa serba merasa. Sampai-sampai
berani merasa bahwa kekuasaan yang pernah diraih nenek moyang dapat diwariskan.
Jadi ingat kasus Siti Aisyah vs Kim Jong-Nam yang sedang dan masih marak. Kasus
yang bisa mengusik, mengganggu wibawa negara di mata dunia.
Namanya anak kesayangan, kebanggan
keluarga, kalau hal yang dilarang malah sengaja dicari jalan keluarnya. Jangan pulang
larut malam. Diterjemahbebaskan, kalau pulang pagi tidak salah. Tidak melanggar
aturan, tata tertib keluarga dan norma lingkungan. Banyak yang melakukannya.
Pasca pesta demokrasi, hanya kalah
tipis dengan juara umum. Bukannya cepat-cepat pulang mawas diri. Kian kemari
umbar rasa sesal. Bukannya merapatkan barisan, menuntut ilmu dan berguru ke
orang pintar. Tapi tetap mewariskan kekuasaan dan kenikmatan dunia ke anak
cucu. Jadilah politik sebagai perusahaan keluarga. Jadilah kekuasaan diusahakan
jatuh ke tangan keluarga, kerabat atau sanak keluarga.
Penyebab utama bencana politik lokal
sampai nasional dikarenakan analisa politiknya sudah ketinggalan zaman. Cuma mengandalkan
naluri, insting atau nafsu mendapat hasil yang optimal dengan modal pas-pasan,
apa adanya, minimalis. Itu masih baik kawan, bisnis politiknya tetap jalan. Ketika
tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu. Sebaliknya, ketika tangan kiri “menerima”,
tangan kanan pura-pura tidak tahu.
Ironis binti tragis binti miris,
kendati tidak terlambat dibalik, namun tetap gosong. Walau sudah diaduk-aduk,
diudak-udak, namun tetap ngintip, berkerak. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar