réstorasi politik dan ideologi
artifisial kenusantaraan
Dimensi politik
Nusantara semakin kehilangan jati diri dan ditra diri. Mau dibawa kemana
Inddonesia ini. Membanggakan jasa nenek moyangnya sepertinya sebagai wujud atau
sarana untuk memulihkan bentuk politik ke masa lalu.
Bangga dengan
istilah keren, yang harus kita pahami berkat kamus resmi bahasa Indonesia. Mau
komplit atau yang terang-benderang boleh pakai kamus politik. Dimulai ada
istilah rékonsiliasi/ n perbuatan memulihkan persahabatan atau
keserasian hubungan, sesuai KBBI.
Jelang akhir
periode kedua SBY, muncul partai politik khusus peserta demokrasi 2014. Masih ada
anak bangsa yang terjebak jargon retorasi politik. Sejarah membuktikan, belum
setahun periode 2014-2019 kedok ideologi artifisial terkuak nyata. Sekjen parpol
dimaksud, berurusan dengan KPK. Bukan berarti melahirkan presiden boneka, atau
tenarnya dengan gelar petugas partai.
Niat politik
sah-sah saja mau melenggang di panggung politik nasional. Modal alat memperbanyak
suara dan menggandakan tulisan, yakin diri memposisikan diri merasa prihatin
atas nasib bangsa pasca SBY. Tepatnya, kalau diberi kepercayaan akan berbuat
banyak buat tanah air.
Di negeri
kelahirannya, pilgub di pilkada serentak rabu, 15 Februari 2017, masuk kedalam kategori
kerawanan tinggi. Padahal ybs sudah turun gunung dengan seksama dan waktu luang
yang dimanfaatkan bagi kepentingan politiknya. Minimal NKRI bertambah wawasan
akan adanya kemelut politik akibat cara berpikir, gaya ucap dan ragam tindak berbasis
ideologi artifisial. Orasinya berhiba-hiba, jual tampang memelas banget. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar