Halaman

Rabu, 15 Februari 2017

réstorasi politik dan ideologi artifisial kenusantaraan



réstorasi politik dan ideologi artifisial kenusantaraan

Dimensi politik Nusantara semakin kehilangan jati diri dan ditra diri. Mau dibawa kemana Inddonesia ini. Membanggakan jasa nenek moyangnya sepertinya sebagai wujud atau sarana untuk memulihkan bentuk politik ke masa lalu.

Bangga dengan istilah keren, yang harus kita pahami berkat kamus resmi bahasa Indonesia. Mau komplit atau yang terang-benderang boleh pakai kamus politik. Dimulai ada istilah rékonsiliasi/ n perbuatan memulihkan persahabatan atau keserasian hubungan, sesuai KBBI.

Jelang akhir periode kedua SBY, muncul partai politik khusus peserta demokrasi 2014. Masih ada anak bangsa yang terjebak jargon retorasi politik. Sejarah membuktikan, belum setahun periode 2014-2019 kedok ideologi artifisial terkuak nyata. Sekjen parpol dimaksud, berurusan dengan KPK. Bukan berarti melahirkan presiden boneka, atau tenarnya dengan gelar petugas partai.

Niat politik sah-sah saja mau melenggang di panggung politik nasional. Modal alat memperbanyak suara dan menggandakan tulisan, yakin diri memposisikan diri merasa prihatin atas nasib bangsa pasca SBY. Tepatnya, kalau diberi kepercayaan akan berbuat banyak buat tanah air.

Di negeri kelahirannya, pilgub di pilkada serentak rabu, 15 Februari 2017, masuk kedalam kategori kerawanan tinggi. Padahal ybs sudah turun gunung dengan seksama dan waktu luang yang dimanfaatkan bagi kepentingan politiknya. Minimal NKRI bertambah wawasan akan adanya kemelut politik akibat cara berpikir, gaya ucap dan ragam tindak berbasis ideologi artifisial. Orasinya berhiba-hiba, jual tampang memelas banget. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar