penista agama dan asu gedhé menang
kerahé
Paribasan bahasa jawa : “Asu gedhé menang kerahé”, tegesé : wong
gedhé lan nduwé panguwasa menang kuwasané .Tentunya
dilengkapi dengan aneka bentuk kemenangan lainnya. Menang njegogé, menang mbrakoté, menang nyatèké, menang nggilani.
Apakah di
dunia nyata semua itu ada dan terjadi. Justru paribasan tadi berdasarkan kesimpulan
dari berbagai kejadian nyata yang dilakukan manusia. Manusia semacam apa yang
bertindak demikian.
Ujar ki
dalang Sobopawon, bahwa kejadian dimaksud merupakan ciri olah otak,
ragam ucap dan tindak laku pelaku, pegiat, pekerja partai di rimba politik
NKRI. Diperkuat dengan pemanfaatan revolusi teknologi informasi dan kominukasi.
Dimanfaatkan oleh media massa berbayar, pengejar peringkat dan ahli provokasi
massa.
Suara rakyat,
yang notabene bisa jutaan, nyaris tak akan terdengar gemanya, gaungnya, apalagi
sampai mengudara, diolah tayang ulang oleh media massa, khususnya media televise swasta.
Hebatnya awak media pengendus dan pengganda berita onar, dengan rajin
mewawancarai oknum “asu gedhé” yang
sedang naik daun. Kalau perlu jadi bintang tamu utama, khusus, terhormat di
acara diskusi, dialog, debat dengan tujuan mulia yaitu membodohi rakyat.
Masalahnya sekarang, “asu gedhé” sedang merajai pentas, panggung, palagan, industri,
syahwat politik Nusantara. Ada mbok dé/pak dé yang kapiran.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar