dengan jiwa Pancasila menantang
langit
Semangat perjuangan, jiwa
pengorbanan anak bangsa NKRI untuk berkemajuan, dalam mewujudkan cita-cita
politiknya, melebihi patriotisme, nasionalisme, kebangsaan saat mempertahankan
kemerdekaan pasca Proklamasi 17 Agustus 1945.
Ketika dasar negara :
Pancasila, dapat diperas menjadi Trisila, lanjut diperas lagi menjadi Ekasila,
langsung saat diperas lagi muncul makar kedua PKI dengan G30S 1965. Ajaran atau
paham koléktivisme menjadi
dasar pemerintah 2014-2019, berkat asupan gizi gratis berimbal dari negara
sponsor makar PKI 1948 dan 1965.
Ketika bangsa ini kehilangan akal,
karena sebagai makhluk ciptaan Allah yang dbekali akal, yang membedakan dengan
makhluk hewan, malah mendewakan akal. Mempertuhankan akal. Menganggap akal
sebagai satu-satunya sarana untuk mewujudkan cita-cita politik. Bahkan dengan
akal merasa bisa menembus lapisan langit.
Kebijakan politik, keputusan
oknum ketua umum partai yang menyandang hak prerogatif, menjadi ayat suci yang
harus dilaksanakan tanpa harus berpikir. Otak manusia politik sudah dicuci
habis, agar lebih berkiblat dan mengkultuskan akal.
Semakin terang-benderang efek
domino negara multipartai, kegersangan jiwa menjadi hak milik pelaku, pegiat,
pekerja partai. Akibat menjadikan politik sebagai agama. Politik yang mampu
memberikan kenikmatan duniawi dalam bentuk jabatan konstitusional.
Bangsa Indonesia dengan sadar
diri membiarkan terjadinya proses merahnya sang Merah-Putih semakin merah. Mereka
meletakkan harapan terwujudnya cita-cita politik bukan dari kekuatan akar
bangsa, tetapi mengandalkan dari asupan gizi ideologi bangsa yang lebih dan
paling banyak populasi penduduknya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar