Halaman

Minggu, 26 Februari 2017

dengan jiwa Pancasila menantang langit



dengan jiwa Pancasila menantang langit

Semangat perjuangan, jiwa pengorbanan anak bangsa NKRI untuk berkemajuan, dalam mewujudkan cita-cita politiknya, melebihi patriotisme, nasionalisme, kebangsaan saat mempertahankan kemerdekaan pasca Proklamasi 17 Agustus 1945.

Ketika dasar negara : Pancasila, dapat diperas menjadi Trisila, lanjut diperas lagi menjadi Ekasila, langsung saat diperas lagi muncul makar kedua PKI dengan G30S 1965. Ajaran atau paham  koléktivisme menjadi dasar pemerintah 2014-2019, berkat asupan gizi gratis berimbal dari negara sponsor makar PKI 1948 dan 1965.

Ketika bangsa ini kehilangan akal, karena sebagai makhluk ciptaan Allah yang dbekali akal, yang membedakan dengan makhluk hewan, malah mendewakan akal. Mempertuhankan akal. Menganggap akal sebagai satu-satunya sarana untuk mewujudkan cita-cita politik. Bahkan dengan akal merasa bisa menembus lapisan langit.

Kebijakan politik, keputusan oknum ketua umum partai yang menyandang hak prerogatif, menjadi ayat suci yang harus dilaksanakan tanpa harus berpikir. Otak manusia politik sudah dicuci habis, agar lebih berkiblat dan mengkultuskan akal.

Semakin terang-benderang efek domino negara multipartai, kegersangan jiwa menjadi hak milik pelaku, pegiat, pekerja partai. Akibat menjadikan politik sebagai agama. Politik yang mampu memberikan kenikmatan duniawi dalam bentuk jabatan konstitusional.

Bangsa Indonesia dengan sadar diri membiarkan terjadinya proses merahnya sang Merah-Putih semakin merah. Mereka meletakkan harapan terwujudnya cita-cita politik bukan dari kekuatan akar bangsa, tetapi mengandalkan dari asupan gizi ideologi bangsa yang lebih dan paling banyak populasi penduduknya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar