calon tunggal pilkada serentak 2017, demokrasi bergilir vs demokrasi
bergulir
Dimungkinkan pasca pilkada serentak di 7 provinsi, 18 kota, 78 kabupaten,
di hari libur nasional, rabu 15 Februari 2017, akan semakin menjadikan suhu
politik adem ayem. Alasan lugunya, karena anak bangsa baru sadar kalau selama
ini lalai, lengah dan kurang waspada.
Lelucon politik yang tersisa, masih ada calon tunggal.
Masihkan ingat kawan, akan ujaran di media daring, dengan judul:
Mendagri
Tak Kepikiran Ada Calon Tunggal di Pilkada Serentak
Selasa,
4 Agustus 2015 10:40
TRIBUN JABAR/RAGIL WISNU SAPUTRA
JAKARTA, TRIBUNJABAR.CO.ID - Menteri Dalam
Negeri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa permasalahan tentang calon tunggal dalam
pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Menurut Tjahjo, pemerintah, Komisi Pemilihan
Umum, dan DPR RI tidak pernah menyangka akan ada daerah yang hanya memiliki
satu pasangan calon kepala daerah.
"Muncul daerah yang hanya punya satu pasangan
calon, itu di luar perkiraan kami," kata Tjahjo saat menjadi pembicara di
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Menurut Tjahjo, awalnya pemerintah, KPU dan DPR
yakin bahwa Pilkada di semua
daerah akan diikuti oleh lebih dari satu pasangan calon karena Peraturan KPU
mengatur Pilkada di daerah
yang hanya memiliki satu calon akan diundur sampai 2017.
"Pembahasan kami tidak memikirkan Pilkada muncul satu pasangan
calon. Apakah ini boikot atau aspek-aspek yang belum terselesaikan secara
adat," ujarnya.
KPU mengumumkan bahwa sebanyak 7 daerah hanya
memiliki pasangan bakal calon kepala daerah kurang dari dua. Kota Surabaya
menjadi daerah terakhir yang hanya memiliki satu pasangan calon setelah seorang
bakal calon wakil wali kota mengundurkan diri dari pencalonan.
Sesuai Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015, bagi
daerah yang tidak memiliki lebih dari satu pasangan calon, maka pelaksanaan Pilkada di daerah
tersebut akan ditunda hingga Pilkada tahap kedua
pada 2017. Ketujuh daerah yang hanya memiliki satu pasangan bakal calon kepala
daerah itu adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Mataram dan
Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur, Kota Samarinda di
Kalimantan Timur, serta Kota Surabaya, Kabupaten Pacitan dan Blitar di Jawa
Timur. (kompas.com)
Jadi, semua terjadi
karena anak bangsa NKRI sedang belajar politik. Efek domino dari partai politik
juara umum pesta demokrasi 2014, tidak siap memang. Tidak mempunyai mental
juara. Terlebih tidak punya kader yang sijagokan bisa ikut pilpres 2014. Hanya mengirim
petugas partai dan memang.
Apa artinya koalisi
parpol pendukung pemerintah, lepas dari stigma pendukung saja utawa pendukung sekali.
Di daerah yang ada calon tunggal, membuktikan koalisi parpol hanya berlaku dan
laku di DPR saja. Tidak mijarab di tingkat kabupaten/kota. Entah karena
semangat otonomi daerah, atau kader partai tingkat lokal, tidak siap bertarung
serentak.
Jadi, kendati calon
tunggal tidak berdampak, cuma bisa menambah materi pendidikan politik,
pembelajaran politik bagi oknum partai yang masih buta politik. Mendagri yang
karena sebagai sekjen pdip mendapat jatah kursi menteri, itu saja tak sempat
mikir kalau ada calon tunggal di pilkada serentak 2015. Apa jadinya dengan kader
di bawahnya. Apalagi mereka relawan, bolo dupak, cecunguk. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar