efek domino revolusi mental, rezim penganggaran vs rezim perencanaan
Adalah presiden NKRI,
bukan kebetulan kalau atau sebut saja Jokowi Widodo (Jokowi) meminta agar
kementerian menyinkronkan perencanaan dan penganggaran. Seolah-olah, ini ada dua rezim, rezim
perencanaan dan rezim penganggaran. Ujar Jokowi saat membuka ratas di Istana
Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/1), Republika, Rabu, 1 Februari 2017.
Sudah jadi rahasia umum
kalau program dan kegiatan prioritas adalah revolusi mental. Yang dimaksud
rezim perencanaan adalah di kubu Kemen PPN/Bapennas. Rezim ini sudah menginformasikan
adanya permasalahan perencanaan dan penganggaran pembangunan, meliputi :
1.
Penganggaran selama ini lebih banyak didasarkan
pada Tugas dan Fungsi (Tusi) dari K/L daripada pencapaian sasaran pembangunan nasional
yang efektif dan efisien.
2.
Karena penekanan
pada Tusi K/L, suatu proyek terpaksa dilakukan oleh berbagai K/L.
Tanpa koordinasi yang efektif, maka suatu bagian proyek yang dikerjakan K/L-A telah
selesai, namun bagian lain yang dikerjakan oleh K/L-B belum dimulai atau bahkan
belum ada anggarannya. Contoh: Waduk terbangun, namun saluran irigasi belum dimulai;
sawah tercetak, namun air tidak pernah sampai.
3.
Terjadi inefisiensi
anggaran, misalnya duplikasi program. Program yang sama dilaksanakan oleh
pada berbagai K/L dengan tingkat kompetensi dan efektifitas yang berbeda. Contoh:
program bedah rumah dilaksanakan oleh belasan K/L, Program Bansos dilakukan oleh
21 K/L.
4.
Anggaran tidak fokus
dan tersebar tipis pada setiap Tusi dan cenderung dibagi rata tanpa
indicator dan formula yang tepat. Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur misalnya,
cenderung dibagi rata kepada semua Daerah tanpa dikaitkan dengan pembangunan infrastruktur
tertentu yang menjadi prioritas pemerintah.
5.
Perencanaan dan penganggaran
yang terintegrasi dan terpadu adalah kunci untuk mencapai efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan program sehingga sasaran dan manfaat pembangunan lebih mudah dapat tercapai.
Jokowi resah jika kebijakan anggaran belanja yang dilakukan
tidak berdasarkan money follow function, tetapi money follow program prioritas,
tetapi praktiknya tetap money follow
function. Tidak perlu semua tugas dan fungsi (tusi) harus dibiayai secara
merata.
Perencanaan terintegrasi versi
revolusi mental membuahkan bahwa Penegakan Hukum dan Kelembagaan Politik
sebagai program prioritas. Pihak yang menagani adalah Kemenkumham, POLRI, MA, Kejagung, MK, KY, KPK,
Kemendagri, KPU, Bappenas, KPPU, K/L yang memiliki PPNS.
Dari Program Prioritas, lahirlah Kegiata Prioritas berupa
Harmonisasi dan Simplifikasi Peraturan
Perundangan. Pelaku dan apa yang
perlu dilakukan : Kementerian
Hukum dan HAM, Bappenas, Kemdagri: •Jumlah peraturan perundang-undangan yang dihapus dan/atau
dikaji ulang serta •Evaluasi
Perda bermasalah.
Revolusi mental pada semua bidang
pembangunan. Terdapat 13 (tigabelas) bidang pembangunan.
Jadi, tidak masuk logika politik jika
ada rezim perencanaan dengan kubu Kemen PPN/Bappenas versus rezim penganggaran
dengan kubu Kemenkeu (bagaimana posisi fungsi anggaran legislatif), karena
rezim ini sudah merupakan satu kesatuan yang revolusi sebagai daya rekatnya.
Jangan lupa, ada 3 (tiga) masalah pokok
bangsa yang berhasil dilacak revolusi mental. Pertama, merosotnya wibawa
negara. Kedua, lemahnya sendi perekonomian negara. Ketiga, intoleransi dan
krisis kepribadian bangsa.
Pasca revolusi mental diharapkan :
Pertama, negara hadir dan bekerja. Kedua, kemandirian ekonomi yang mensejahterakan.
Ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan.
Bingung kan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar