Halaman

Selasa, 14 Februari 2017

sehatnya abang jual ketoprak keliling



sehatnya abang jual ketoprak keliling

Tukang ketoprak, dengan gerobag dorong jualan ketoprak. Blusukan kemana saja. Keluar masuk kawasan perumahan menengah ke bawah. Kalau masuk kawasan elit, yang beli satpam. Ketoprak makanan khas mana. Atau sudah masuk menu kuliner nasional. Punya jam kerja, jelang makan siang atau sesudahnya. Makanan favorit tukang bangunan.

Gerobag dan perlengkapannya nyaris standar, tipikal. Botol kecap dipukul dengan gagang sendok/garpu sebagai pertanda kehadirannya. Tidak perlu teriak atau dibantu pengeras suara.

Tukang ketoprak terdampak harga cabai rawit merah yang susah dikendalikan oleh pemerintah.

Siang itu saya stop tukang ketoprak yang jalan cepat lewat depan rumah. Terpaksa berhenti. Kemajuan teknologi, siap menerima panggilan lewat HP. Sedang meluncur ke pelanggan yang sudah pesan.

Ibu rumga, jauh sebelah kanan rumah saya, melongok di jalanan. Ternyata beliau yang kirim sms ke tukang ketoprak. Ternyata tukang ketoprak saya bajak.

“Cabai rawit merah, mau tak mau harus beli. 150 ribu rupiah, sekilo”, ukarnya sambil mengulek garam, bawang putih plus cabai. Setelah lembut dituang bumbu kacang. Kacang tanah ditumbuk, biar aromanya keluar, tidak diblender.

Entah karena ciri fisiknya yang tinggi kurus, sekitar 175 cm, tampak sehat. Sambil kerja, sambil ajak bicara. Orangnya memang supel. Jika sua, suka menyapa.

Waktu dengar saya batuk dan flu, dengan santai dia bilang : “Saya tidak sakit. Walau hujan tetap keliling. Tidak saya rasakan panas hujan. Koq saya tetap sehat.” Bukan maksudnya sombong. Dia juga bilang, kalau tubuh jangan diajak bermanja-manja. Memang betul. Ujar lanjutan, kalau sakit sedikit, jangan dirasakan.

Mendorong gerobag jalan cepat, tangan giat mengulek bumbu, sehatlah dia. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar