sehatnya
abang jual ketoprak keliling
Tukang ketoprak, dengan gerobag dorong jualan ketoprak. Blusukan
kemana saja. Keluar masuk kawasan perumahan menengah ke bawah. Kalau masuk
kawasan elit, yang beli satpam. Ketoprak makanan khas mana. Atau sudah masuk
menu kuliner nasional. Punya jam kerja, jelang makan siang atau sesudahnya. Makanan
favorit tukang bangunan.
Gerobag dan perlengkapannya nyaris standar, tipikal. Botol
kecap dipukul dengan gagang sendok/garpu sebagai pertanda kehadirannya. Tidak perlu
teriak atau dibantu pengeras suara.
Tukang ketoprak terdampak harga cabai rawit merah yang
susah dikendalikan oleh pemerintah.
Siang itu saya stop tukang ketoprak yang jalan cepat
lewat depan rumah. Terpaksa berhenti. Kemajuan teknologi, siap menerima panggilan
lewat HP. Sedang meluncur ke pelanggan yang sudah pesan.
Ibu rumga, jauh sebelah kanan rumah saya, melongok di
jalanan. Ternyata beliau yang kirim sms ke tukang ketoprak. Ternyata tukang
ketoprak saya bajak.
“Cabai rawit merah, mau tak mau harus beli. 150 ribu
rupiah, sekilo”, ukarnya sambil mengulek garam, bawang putih plus cabai. Setelah
lembut dituang bumbu kacang. Kacang tanah ditumbuk, biar aromanya keluar, tidak
diblender.
Entah karena ciri fisiknya yang tinggi kurus, sekitar 175
cm, tampak sehat. Sambil kerja, sambil ajak bicara. Orangnya memang supel. Jika
sua, suka menyapa.
Waktu dengar saya batuk dan flu, dengan santai dia bilang
: “Saya tidak sakit. Walau hujan tetap keliling. Tidak saya rasakan panas
hujan. Koq saya tetap sehat.” Bukan maksudnya sombong. Dia juga bilang, kalau
tubuh jangan diajak bermanja-manja. Memang betul. Ujar lanjutan, kalau sakit
sedikit, jangan dirasakan.
Mendorong gerobag jalan cepat, tangan giat mengulek
bumbu, sehatlah dia. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar