Halaman

Selasa, 28 Februari 2017

ketika agama menjadi komoditas dan taruhan politik



ketika agama menjadi komoditas dan taruhan politik

Dinamika politik Nusantara yang memasuki area abu-abu di periode 2014-2019. Walau di panggung, pentas, palagan politik tampak jelas para pelaku, pegiat, petugas partai tidak mengenal pasal haram dan pasal halal. Ciri yang menonjol pada tiga aspek : pikir, tindak, kata.

Pertama. Tanpa malu menampakkan olah pikir yang tak perlu berpikir panjang lebar, apalagi masuk skala bijak dan bajik.
Kedua. Bebas aktif berindak apa saja, peduli amat dengan setan lewat. Anggap rakyat tak melihat apalagi menyaksikan tingkah lakunya yang ditayang ulang di media massa berbayar.
Ketiga. Tiada rasa sungkan buka mulut, berucap maupun bercuap, tanpa sensor hati nurani, yang penting berani salah dan memang salah.

Agar tak salah kamar, kita masuk ke Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia, Depdiknas 2008, terdapat lema komoditas n barang, dagangan, produk.

Ketemu berapa perkara, pasal apa saja kalau iseng menyebut agama menjadi komoditas politik. Secara acak kita ambil peribahasa yang menggunakan kata ‘asap’, antara lain :
“Kalau tak ada api, masak ada asap”. Artinya, bila tak sebab tentulan tidak ada akibat.
“Ada asap ada api”. Artinya, beberapa hal di dunia ini amat sulit atau bahkan mustahil disembunyikan.
“Angin tak dapat ditangkap, asap tak dapat digenggam”. Artinya, rahasia tak selamanya dapat disembunyikan, suatu saat akan terbongkar juga.

Jangan bertélé-télé, bumbunya apa kata wong Jawa. Walau ini memang tulisan, olah kata sepélé. Sekedar menghibur diri. Ayo kawan, agar tampak bernas, kita simak berita lama yang tak akan basi, usang, lapuk diterjang zaman. Ada berita, simak saja di bawah ini :

Kader PDIP anggap Megawati setara Profesor Doktor
Description: http://cdn.klimg.com/merdeka.com/media/i/a/logo-detail-www.pngReporter : Muhammad Sholeh | Rabu, 16 Oktober 2013 20:56

Description: Kader PDIP anggap Megawati setara Profesor Doktor
Megawati. ©2012 Merdeka.com/dwi narwoko
Merdeka.com - PDI Perjuangan tidak mempermasalahkan gelar akademis atau pendidikan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Meski hanya lulusan SMA, namun Megawati dinilai sebagai profesor doktor di dunia politik di internal partai PDIP.

Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengatakan, walaupun belum bergelar sarjana, Megawati telah melampaui intrik-intrik politik yang beraneka ragam. Mulai dari zaman orde baru Soeharto hingga saat ini menjadikan Megawati matang dalam berpolitik.

"Ibaratnya, beliau itu bergelar Profesor Doktor dan saya Bambang Pacul ibaratnya baru lulus SMP, jadi saya patuh sama beliau dan beliau guru politik saya," ujar Bambang di sela-sela acara Rakornas PDIP di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/10).

Menurut Bambang, Megawati memiliki pengalaman politik yang luar biasa banyaknya. Dari semasa ayahnya Presiden Soekarno menjabat sebagai Presiden pertama di Indonesia.

Bahkan, lanjut Bambang, Megawati juga sempat diasingkan oleh lawan politik ayahnya di masa transisi orde lama menuju orde baru.

"Dia punya pengalaman politik yang begitu banyak, zaman di istana beliau ditendang keluar, dia dimusuhi, dia dibilang punya penyakit lepra, orang yang mau dekat dengannya takut sehingga orang menjauhi dia dan tidak mau mendekat," beber Bambang.

Anggota Komisi VII DPR itu menambahkan, Megawati memiliki strategi politik yang tak mudah ditebak oleh lawan politiknya. Termasuk kadernya sendiri.

"Pengalamannya beliau (Megawati) di politik jungkir balik dan karena itu dia punya banyak cara untuk memecahkan masalah. Strategi politiknya luar biasa," jelas Bambang.

"Beliau memang belum S1 seperti orang-orang itu katakan, tapi kalo soal politik Bu Mega itu sudah bergelar Profesor Doktor," tandasnya. [ian]

- - - - - -
Namanya berita, tak perlu diperdebatkan. Sudah terlanjur. Apalagi substansinya memang tidak latak, pantas, patut untuk menjadi bahan acara, atraksi, adegan di doalog, diskusi, debat media televise berbayar sekalipun. Biarlah terjadi proses pembodoha diri sendiri. Simak peribahasa yang saya sertakan di atas.

Yang jelas kawan, proses selanjutnya sejak berita tadi ditayangkan, maka ada pihak yang menggunakan “aji godhong garing” dalam mentuntaskan ambisi, angan-angan, fantasi politiknya. Jadinya, seperti kejadian nyata yang menjadi sasaran empuk para awak media massa berbayar. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar