Halaman

Selasa, 07 Februari 2017

semoga panjang umur dan lapang kubur



semoga panjang umur dan lapang kubur

Rakyat tak layak, bahkan tak berhak mempunyai asas praduga ada ‘udang di balik batu’ atas kebijakan Polda Jatim untuk mendata ulama dan kiai. Angan-angan mulianya sangat sederhana, yaitu jika nantinya Polda Jatim punya hajatan, para ulama dan kiai dapat diundang dan diharapkan bisa hadir tanpa diwakili dan khususnya jangan membawa jamaahnya. Terkait dengan budget akomodasi, konsumsi, uang rokok, uang bensin, uang lelah, uang lembur, dsb. Itu saja. Secara bahasa politis, agar ulama dan kiai mudah diajak komunikasi, koordinasi, kompromi.

Tersedia fasilitas antar jemput tanpa unsur paksaan. Keamanan selama perjalanan, di tempat kejadian acara dijamin luar dalam. Polda Jatim sudah punya sistem pengamanan dan modus operandinya. Sekali acara, bisa menghasilkan berbagai sub-acara. Apakah kedua belah pihak “bonek” atau kubu yang selama ini saling berseteru bebuyutan, akan dipertemukan di lokasi yang sama, itu hanya kesalahan adminisrasi dan prosedur baku.

Patut diingat, populasi Jawa Timur nomor dua terpadat di NKRI, berdampak pada beban psikologis bagi polisi untuk mewujudkan keamanan dalam negeri.

Jangan lupa, pihak Polda Jatim bisa menjual undangan VIP dan yang diatasnya, tentu dengan tarif. Terlebih pada peringatan Hari Bhayangkara setiap 1 Juli. Agar ulama dan kiai berpartisipasi aktif dan nyata. Di undangan juga dicatumkan busana yang harus dipakai. Antisipasi kalau terjadi sesuatu di luar skenario, jangan sampai jadi salah sasaran atau korban yang diinginkan. Agar Polda Jatim sejak dini bisa mengendalikan situasi seoptimal mungkin.

Pihak Polda Jatim tidak nenerima kado dalam bentuk apapun. Setiap tamu, khususnya ulama dan kiai, wajib isi buku tamu, isi “kotak amal” dan foto bareng sebagai bukti kehadiran. Sebelum acara selesai, para tamu dilarang meninggalkan tempat duduknya atau lokasi acara. Tentunya, jangan datang terlambat. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar