BERKAT RAKYAT, PENGUASA DAPAT CETAK UKIR SEJARAH
Otak-atik
matuk tentang apa siapa itu rakyat. Bagaimanana hakikat rakyat. Status, peran,
posisi dan kedudukannya dalam konstélasi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, seolah tak ada habisnya untuk
olah akal lewat tulisan maupun ujaran.
Sampai-sampai pakar, ahli, kampiun dalam bedah rakyat, dengan dalih, dalil
dan pasal yang cemerlang, namun malah lupa akan jati diri dan eksistensi
rakyat. Sehebat-hebatnya rakyat, dengan arif diri yang lugu, sederhana tak akan
pernah menonjolkan dirinya. Tak akan mau tampil dipermukaan. Apalagi sampai
menjual, mengobral jasa nenek moyangnya untuk kepentingan sesaat dan kebutuhan
sesat.
Rakyat bekerja tanpa jam kerja, jam kantor. Tanpa mengenal hari libur, cuti
bersama. Ikatan moral, rasa loyal, terhadap pekerjaannya, tidak bisa didekati
dengan pasal pengabdian. Kesetiakawanan, gotong royong menjadi ciri utama.
Tidak terpengaruh periode pemerintah, kecuali jika jadi obyek kebijakan
pemerintah. “Sepi ing pamrih ramé ing gawé” dalam rutinitas yang nyaris tipikal, monoton. Sistem
karir tidak dikenal.
Komponen
utama pembentuk bangsa adalah rakyat. Disadari sejak Proklamasi Kemerdekaan RI
17 Agustus 1945, tanpa rakyat secara de
facto dan de jure, ‘satu nusa,
satu bangsa dan satu bahasa’ tak akan terwujud. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
merupakan representasi dan pernyataan sikap kebangsaan yaitu persatuan dan
kesatuan dari elemen masyarakat, suku bangsa.
Satu
sampel sejarah Orde Baru yang ditulis tak jauh dari asas “seusai petunjuk bapak
presiden”. Bagaimana digdaya, perkasanya sang Pancasila Sakti, pasca G30S 1965
PKI sampai lengser keprabon dari
kursi presiden 21 Mei 1998. Dokumentasi bukti perjuangan penguasa tunggal Orde
Baru, dalam bentuk aneka rupa bahan sajian, tayangan, dsb. Ada monument. Ada
film. Sebagai materi buku ajar saat itu.
Khusus
periode 2014-2019, negara hadir sebagai provokator, ujaran kebencian dan
penistaan agama, fitnah penguasa serta berbagai bentuk anarkis. Negara menjadi
negara multipartai, multipilot. Pengorbanan rakyat atau rakyat jadi korban
sistem, perwujudan ‘ampera’ tak berpengaruh pada hati nurani penguasa. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar