Halaman

Sabtu, 04 Februari 2017

BERKAT RAKYAT, PENGUASA DAPAT CETAK UKIR SEJARAH



BERKAT RAKYAT, PENGUASA DAPAT CETAK UKIR SEJARAH

Otak-atik matuk tentang apa siapa itu rakyat. Bagaimanana hakikat rakyat. Status, peran, posisi dan kedudukannya dalam konstélasi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, seolah tak ada habisnya untuk olah akal lewat tulisan maupun ujaran.

Sampai-sampai pakar, ahli, kampiun dalam bedah rakyat, dengan dalih, dalil dan pasal yang cemerlang, namun malah lupa akan jati diri dan eksistensi rakyat. Sehebat-hebatnya rakyat, dengan arif diri yang lugu, sederhana tak akan pernah menonjolkan dirinya. Tak akan mau tampil dipermukaan. Apalagi sampai menjual, mengobral jasa nenek moyangnya untuk kepentingan sesaat dan kebutuhan sesat.

Rakyat bekerja tanpa jam kerja, jam kantor. Tanpa mengenal hari libur, cuti bersama. Ikatan moral, rasa loyal, terhadap pekerjaannya, tidak bisa didekati dengan pasal pengabdian. Kesetiakawanan, gotong royong menjadi ciri utama. Tidak terpengaruh periode pemerintah, kecuali jika jadi obyek kebijakan pemerintah. “Sepi ing pamrih ramé ing gawé” dalam rutinitas yang nyaris tipikal, monoton. Sistem karir tidak dikenal.

Komponen utama pembentuk bangsa adalah rakyat. Disadari sejak Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tanpa rakyat secara de facto dan de jure, ‘satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa’ tak akan terwujud. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, merupakan representasi dan pernyataan sikap kebangsaan yaitu persatuan dan kesatuan dari elemen masyarakat, suku bangsa.

Satu sampel sejarah Orde Baru yang ditulis tak jauh dari asas “seusai petunjuk bapak presiden”. Bagaimana digdaya, perkasanya sang Pancasila Sakti, pasca G30S 1965 PKI sampai lengser keprabon dari kursi presiden 21 Mei 1998. Dokumentasi bukti perjuangan penguasa tunggal Orde Baru, dalam bentuk aneka rupa bahan sajian, tayangan, dsb. Ada monument. Ada film. Sebagai materi buku ajar saat itu.

Khusus periode 2014-2019, negara hadir sebagai provokator, ujaran kebencian dan penistaan agama, fitnah penguasa serta berbagai bentuk anarkis. Negara menjadi negara multipartai, multipilot. Pengorbanan rakyat atau rakyat jadi korban sistem, perwujudan ‘ampera’ tak berpengaruh pada hati nurani penguasa. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar