sikap polisi terhadap kejahatan yang meresahkan
masyarakat
Sebagai negara hukum, tak
heran jika Indonesia membuat hukum bukan untuk ditegakkan, tetapi untuk
dilanggar. Biar ada pekerjaan dan kesibukan aparat penegak hukum. Biar penjara
tidak kosong. Ternyata ada alasan dan ulasan yang menjelaskan, sederhana saja
dan masuk daya keawamanan rakyat. Bahasa gaulnya, sesuai daya dong rakyat. Kalau disimpulkan, hanya
ada dua besar :
Pertama, produk hukum dibuat bukan untuk
menyesuaikan dengan perkembangan, memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan
zaman. Itupun karena harus mengikuti jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan.
Kedua, produk hukum ditetapkan karena untuk
mengakomodir kepentingan pihak tertentu. Bahasa jelasnya adalah ada pasal
titipan, pasal pesanan, atau pasal karet. Waktu tahap perencanaan,
penyusunan, pembahasan masih samar-samar, tersamar namun pada tahap pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan mendadak muncul.
UU 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, fokus pada pasal 10 ayat
(1) huruf e, tertulis :
(1)
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang
berisi:
e. pemenuhan kebutuhan hukum
dalam masyarakat.
Lanjut dengan menyimak angka 1Lampiran I UU 12/2011,
tertera :
Naskah Akademik
adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian
lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.
Betapa pedulinya negara hukum Indonesia,
dengan mengutamakan dan mengedepankan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan/atau kebutuhan hukum
masyarakat. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mengetahuinya.
Agaknya, semua narasi di atas, belum
masuk, apalagi menyenggol makna judul tulisan. Ayo kita cuplik UU 2/2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fokus pada Pasal 1 ayat 5 yang
tertulis :
Keamanan dan ketertiban
masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat
terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan
nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya
hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat.
Kebetulan kalau kata “meresahkan” hanya ditulis sekali dan
tanpa penjelasan. Karena ikhwal ini masuk bidang garap polisi, kita lacak apa
kata polisi. Untuk mendapatkan kepastian dan jaminan akurasi tulisan, mau tak
mau, kita cermati Peraturan Kapolri 7/2009 tentang
Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Fokus pada Pasal 1
ayat 10 dengan pemaksudan :
Kejahatan yang meresahkan
masyarakat adalah bentuk-bentuk kejahatan
tertentu yang menjadi opini publik, sorotan media massa, atensi pimpinan dan
perhatian masyarakat internasional.
Agaknya, untuk meminimalisasi dampak keresahan
pembaca akibat mengikuti olah kata ini, dengan cara silahkan pembaca ambil
kesimpulan sendiri. Apa yang dimaksud dengan “kejahatan yang meresahkan
masyarakat” sudah gamblang, terang-benderang.
Bagaimana polisi menyikapinya, sudah rahasia umum. Tidak perlu diperjelas. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar