Halaman

Rabu, 08 Februari 2017

sikap polisi terhadap kejahatan yang meresahkan masyarakat



sikap polisi terhadap kejahatan yang meresahkan masyarakat

Sebagai negara hukum, tak heran jika Indonesia membuat hukum bukan untuk ditegakkan, tetapi untuk dilanggar. Biar ada pekerjaan dan kesibukan aparat penegak hukum. Biar penjara tidak kosong. Ternyata ada alasan dan ulasan yang menjelaskan, sederhana saja dan masuk daya keawamanan rakyat. Bahasa gaulnya, sesuai daya dong rakyat. Kalau disimpulkan, hanya ada dua besar :

Pertama, produk hukum dibuat bukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan, memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan zaman. Itupun karena harus mengikuti jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Kedua, produk hukum ditetapkan karena untuk mengakomodir kepentingan pihak tertentu. Bahasa jelasnya adalah ada pasal titipan, pasal pesanan, atau pasal karet. Waktu tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan masih samar-samar, tersamar  namun pada tahap pengesahan atau penetapan, dan pengundangan mendadak muncul.

UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, fokus pada pasal 10 ayat (1) huruf e, tertulis :

(1)      Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
e.    pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Lanjut dengan menyimak angka 1Lampiran I UU 12/2011, tertera :
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Betapa pedulinya negara hukum Indonesia, dengan mengutamakan dan mengedepankan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan/atau kebutuhan hukum masyarakat. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mengetahuinya.

Agaknya, semua narasi di atas, belum masuk, apalagi menyenggol makna judul tulisan. Ayo kita cuplik UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fokus pada Pasal 1 ayat 5 yang tertulis :
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Kebetulan kalau kata “meresahkan” hanya ditulis sekali dan tanpa penjelasan. Karena ikhwal ini masuk bidang garap polisi, kita lacak apa kata polisi. Untuk mendapatkan kepastian dan jaminan akurasi tulisan, mau tak mau, kita cermati Peraturan Kapolri 7/2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Fokus pada Pasal 1 ayat 10 dengan pemaksudan :
Kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah bentuk-bentuk kejahatan tertentu yang menjadi opini publik, sorotan media massa, atensi pimpinan dan perhatian masyarakat internasional.

Agaknya, untuk meminimalisasi dampak keresahan pembaca akibat mengikuti olah kata ini, dengan cara silahkan pembaca ambil kesimpulan sendiri. Apa yang dimaksud dengan “kejahatan yang meresahkan masyarakat”    sudah gamblang, terang-benderang. Bagaimana polisi menyikapinya, sudah rahasia umum. Tidak perlu diperjelas. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar