Halaman

Minggu, 05 Februari 2017

doa harian rakyat, agar esok hujan merata



doa harian rakyat, agar esok hujan merata

Rakyat yang mengandalkan mata pencahariannya dari kemurahan alam, mereka pada umumnya percaya pada pranata mangsa. Karena kebutuhan pada potensi alam yang berbeda, ada yang berharap hujan dan ada yang berharap sebaliknya. Kemampuan rakyat pada umumnya ketika membaca alam, ayat kauniyah, menjadikan dirinya arif dalam berpikir, berucap dan bertindak.

Sejak zaman penjajahan Belanda/VOC sampai periode 2014-2019, bagaimana status, peran, posisi dan kedudukannya dalam konstélasi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, seolah nyaris statis. Di sana sini memang ada kemajuan peradaban atau kemampuan diri menyesuaikan diri menjawab tantangan zaman. Prinsip sederhananya adalah ikut arus tetapi tidak terbawa arus.

Paguyuban, kerukunan atau bentuk sederhana dan mendasar dari persatuan dan kesatuan, karena ikatan teritorial, domisili, adat istiadat, kesamaan profesi menjadikan rakyat tetap dalam koridornya. Tidak terkotak-kotak karena kepentingan individu. Sejak asas ‘sama rasa sama rata’ didengungkan oleh PKI, menjadi revolusi agrarian dengan segala efek dominonya.

Perebutan kekuasaan secara konstitusional antar elit partai, tidak sekedar berebut ‘kue nasional’. Semangat nasionalisme diterjemahkan nyata sebagai semangat otonomi daerah, agar mata rantai birokrasi lebih berdaya guna dan berhasil guna. ‘Kue daerah’ semangkin menggiurkan dan membangkitkan selera politik. Penguasa lokal, sampai tingkat desa, menjadikan ruang gerak rakyat menjadi dinamis, fluktuatif.

Rakyat bisa jadi tabung reaksi dari berbagai kebijakan pemerintah maupun kebijakan pemerintah kabupaten/pemerintah kota. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar