entèk ngamèk kurang golèk vs ngorèti slilit ceting
Udara bebas atau yang masuk batas teritorial angkasa di atas Nusantara, tidak
sekedar jadi ajang pertarungan tempat pembuangan sampah lingkungan, malah diperparah
dengan polusi ujaran kebencian penguasa, penistaan agama oleh kepala daerah, ucap
dan cuap berbasis memelintir ajaran agama Islam oleh presiden senior, sampai
relawan ahli memproduksi berita bohong binti dusta, dimanipulir bumbu penyedap
media massa yang dengan cerdas membodohi diri sendiri alias pamer bego dan
masih seabreg produk berbasis “mikir nyilih utek”.
Dimungkinkan pasca pilkada serentak di 7 provinsi, 18 kota, 78 kabupaten,
di hari libur nasional, rabu 15 Februari 2017, akan semakin menjadikan suhu
politik adem ayem. Alasan lugunya, karena anak bangsa baru sadar kalau selama
ini lalai, lengah dan kurang waspada.
Tak patut disesali kawan, memang faktanya di periode 2014-2019 emosi, energi
anak bangsa tersedot oleh ulah kawanan petugas partai dalam menghadapi lawan politiknya.
Herannya, sampai-sampainya alat keamanan negara denga ringan kepala siap dengan
stempel, stigma makar yang akan diterakan kepada pihak yang kritis.
Jokowi-JK berhasil menciptakan orang atau sistem yang kadar loyalnya tak
perlu diragukan. Sehingga mereka siap pasang badan. Tak perlu lagi “nabok nyilih tangan”. Relawan yang berani mati, siap berdiri paling depan di belakang
Jokowi-JK. Tenang kawan, skenario, konspirasi, politik bagi hasil lanjutan untuk
pesta demokrasi 2019 tinggal ketok palu.
Bancakan politik tidak sekedar merebut sisa kue nasional, tetapi bersaing
peluang menadah remah-remah kue nasional sampai remukan kue daerah. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar