Halaman

Selasa, 21 Februari 2017

membangun Indonesia dari pinggiran atau memperkuat ketahanan keluarga



membangun Indonesia dari pinggiran atau memperkuat ketahanan keluarga

Ayo kawan, kita pura-puranya omong politik tingkat awang-awang. Coba  simak narasi ini : Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas dalam pemerintahan ke depan. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA.

1.       Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.
2.       Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
3.       Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4.       Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5.       Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6.       Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7.       Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8.       Melakukan revolusi karakter bangsa.
9.       Memperteguh kebhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Tidak ada yang aneh apalagi salah di gubahan bahasa politik Nawa Cita versi Jokowi-JK sebagai bahan kampanye pilpres 2014 dan dirumuskan resmi di RPJMN 2015-2019.

Loncatan kata antar cita terasa dinamis dan melegakan. Seolah semua persoalan bangsa akan dituntaskan. Tepatnya sebagai keterpaduan semua ramuan, resep, racikan, formula pembangunan manusia seutuhnya.

Landasan pembangunan yang nyaris merangkum semua calon potensi yang ada di diri manusia Indonesia. Bahkan akan disamakan dengan bangsa-bangsa Asia lainnya. Terasa nuansa patriotisme cinta tanah air, bela negara. Revolusi karakter bangsa diharapkan akan mampu mewujudkan Indonesia satu.

Namanya gubahan bahasa politik, terlalu jauh menerawang dan melebarkan sayap angan-angan politik. Akhirnya di mana kita berpijak, malah luput dari kemasan politik pemerintah.

Isu SARA yang menjadi andalan kaum minoritas agar tidak zalim dan laimnya menjadi resmi, legal dan dilindungi undang-undang. Pemerintah lebih mengutamakan kepentingan internasional, khususnya negara super raksasa penyandang dana. Yang telah jelas jasanya bagi memerahkan sang dwiwarna Merah-Putih.

Ekonomi rakyat adalah ekonomi urusan perut sehari-hari. Jauh dari asas ekonomi tujuh turunan yang menyuburkan laku korupsi. Kebutuhan menggugah cita rasa dan goyang lidah lidah, lewat bumbu dapur, menjadikan ketahanan pangan keluarga sebagai pondasi negara makmur berkesejahteraan. 

Indikasi keluarga sejahtera lahir batin, bisa dilacak semakin meningkatkan lapisan masyarakat yang terkena sasaran pengampunan pajak.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar