Halaman

Rabu, 01 Februari 2017

ahli nista berhadiah, mulai ujaran kebencian sampai pidato umbar bego



ahli nista berhadiah, mulai ujaran kebencian sampai pidato umbar bego

ndilalah kersaning Allah, reaksi orang atau wong Jawa menyikapi realita kehidupan. Menerima kejadian apapun yang menimpa dirinya, diterima dengan rasa ikhlas. Yakin semua peristiwa merupakan ketentuan dan ketetapan dari sing nggawé urip, sing nduwé urip. Jangan anggap wong ndéso isane gur nrimo ing pandum. Bukannya tanpa usaha atau sekedar menerima hasil, bagian, rezeki apa adanya. Ingat semboyan, filosofi kehidupan :  sepi ing pamrih, ramé ing gawé.

Mau buka mulut, ada aturan sederhana. Mau bicara, dengan sesama atau bahkan ke yang lebih tua, yang dituakan, maupun pejabat ada pakem, kode etik. Bahasa Jawa memang ada tingkatannya sesuai peruntukannya, pengunaannya. Bilamana perlu, saat bicara dimbangi dengan bahasa tubuh, ekspresi wajah.

Kalau bicara ada batasannya, misal ojo ngotot mengko ototé iso pedot. Bicara dengan suara yang enak didengar. Tidak perlu teriak bersuara lantang seperti di tengah sawah. Ngomong yo ngomong, ojo mbengok, ora ilok. Ingat, yang diajak bicara nduwé kuping, ora budeg.

Justru zaman bebas mengeluarkan pendapat dan meraup pendapatan sebesar-besarnya, orang bebas bicara, bebas berujar, bebas berorasi. Bukan hanya tanpa pikir panjang, seolah tanpa diolah oleh otak dan nurani, karena juga hati dan telinganya tuli. Coba tanya ke ahli THT. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar