rebutan lahan parkir vs tadah kursi tak bertuan
Di bumi daripada dasar negara Pancasila, fakta pertanahan lebih rumit lagi. Lahan tidak bertuan, tetapi punya sertifikat ganda. Asas P4T alias penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan tanah.
Tak sia-sia percuma jika wilayah NKRI sudah dikapling-kapling oleh pengusaha multipihak, perusahaan partai politik milik trah. Tingkat RT/RW bisa dikondisikan sebagai penggerak aktif yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Sebagai ujung tombak mampu menyedot animo. Namanya generasi pewaris masa depan, jelas kalau tidak masuk sistem, akan termaginalkan secara sistematis. Jangankan generasi pewaris masa depan, generasi usia senja merasa kurang pédé, merasa tak eksis jika tak merapat ke kaki penguasa.
Ternyata, nyatanya memang besaran biaya politik sangat menentukan perwujudan cita-cita menjadi penguasa atau bagian dari penyelenggara negara. Bagi yang tidak betah antri, bisa mendirikan partai politik. Bagi yang tak punya modal, bisa menjadi perpanjangan tangan penguasa dan atau pengusaha multinasional. Bilamana memungkinkan sebagai cabang perusahaan tanah seberang.
Sebagai negara multipartai, wajar kalau dasar negara disesuaikan dengan titipan, pesan sponsor bahan kampanye. Formulasi
sejahtera Indonesia, lebih memberi akses kepada pihak mana pun yang peduli
dengan kondisi bangsa. Pemerintah bayangan pun sudah melampaui hakikat otonomi
daerah. Tahun politik 2022 dan 2023
bebas pilkada seretak. Tunggu skenario. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar