Reklamasi Jakarta, Menu Politik Over Dosis
Status reklamasi Pulau G
di Teluk Jakarta secara hukum dalam kondisi menunggu putusan hukum tetap. Akhirnya,
rakyat Indonesia hanya bisa berangan-angan betapa arti kekuatan hukum,
bagaimana praktik hukum di tegakkan. Ketika yang menjadi obyek hukum adalah
rakyat biasa, hukum begitu perkasa, digdaya, tanpa pandang bulu. Proses hukum
tidak bertele-tele. Hukum seperti diuji ketia obyek hukum adalah penyelenggara
negara, pemerintah provinsi, bahkan sebagai ibu kota NKRI.
Kasus pembangunan pulau
buatan ini bersifat dilematis, bak makan buah simalakama. Dilanjutkan, rakyat
kecil yang nelayan akan jadi korban. Lingkungan akan terdegradasi secara
sistematis, menerus. Sekaligus aspek hukum, aspek lingkungan, aspek teknis
menjadi korban sia-sia. Tidak dilanjutkan, atau berhenti total, memang masuk
kategori mangkrak. Pihak yang ingin membangun gerbang naga, kawasan pecinan
Nusantara, atau sebutan fungsi lainnya, dipastikan tidak akan diam seribu
bahasa. Mereka, gubernur DKI Jakarta dan kawanan pendukungnya, akan melakukan
reaksi, aksi secara konstitusional. Tepatnya ada konspirasi terselubung.
Pilkada DKI Jakarta 2017, tak bisa lepas dari skenario
pesta demokrasi 2019. Beban politik pemerintah pusat, menjadi berlipat. Jokowi sudah
membayangkan (tidak ada kaitannya rakyat hanya bisa berangan-angan), apa
jadinya Jakarta tanpa Ahok. Jakarta sebagai barometer kekuatan politik
pemerintah. Relawan Jokowi jilid II tanpa diminta, akan pasang badan
mengamankan reklamasi Jakarta. Hanya sejarah, yang ditulis oleh bukan penguasa,
yang akan membuktikan. Opo tumon. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar