Halaman

Sabtu, 17 September 2016

Reklamasi Jakarta, Menu Politik Over Dosis



Reklamasi Jakarta, Menu Politik Over Dosis

Status reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta secara hukum dalam kondisi menunggu putusan hukum tetap. Akhirnya, rakyat Indonesia hanya bisa berangan-angan betapa arti kekuatan hukum, bagaimana praktik hukum di tegakkan. Ketika yang menjadi obyek hukum adalah rakyat biasa, hukum begitu perkasa, digdaya, tanpa pandang bulu. Proses hukum tidak bertele-tele. Hukum seperti diuji ketia obyek hukum adalah penyelenggara negara, pemerintah provinsi, bahkan sebagai ibu kota NKRI.

Kasus pembangunan pulau buatan ini bersifat dilematis, bak makan buah simalakama. Dilanjutkan, rakyat kecil yang nelayan akan jadi korban. Lingkungan akan terdegradasi secara sistematis, menerus. Sekaligus aspek hukum, aspek lingkungan, aspek teknis menjadi korban sia-sia. Tidak dilanjutkan, atau berhenti total, memang masuk kategori mangkrak. Pihak yang ingin membangun gerbang naga, kawasan pecinan Nusantara, atau sebutan fungsi lainnya, dipastikan tidak akan diam seribu bahasa. Mereka, gubernur DKI Jakarta dan kawanan pendukungnya, akan melakukan reaksi, aksi secara konstitusional. Tepatnya ada konspirasi terselubung.

Pilkada DKI Jakarta 2017, tak bisa lepas dari skenario pesta demokrasi 2019. Beban politik pemerintah pusat, menjadi berlipat. Jokowi sudah membayangkan (tidak ada kaitannya rakyat hanya bisa berangan-angan), apa jadinya Jakarta tanpa Ahok. Jakarta sebagai barometer kekuatan politik pemerintah. Relawan Jokowi jilid II tanpa diminta, akan pasang badan mengamankan reklamasi Jakarta. Hanya sejarah, yang ditulis oleh bukan penguasa, yang akan membuktikan. Opo tumon. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar