Halaman

Sabtu, 10 September 2016

kerajaan politik Nusantara, tanggung renteng vs evolusi mukiyo



kerajaan politik Nusantara, tanggung renteng vs evolusi mukiyo

Ada korelasi nilai keberadaan antara pelaku ekonomi dengan pelaku politik Nusantara. Pelaku ekonomi tidak bisa diwakilkan secara persentase atau bahkan permilase dari total penduduk atau populasi, namun mampu menjajah ekonomi bangsa dan negara Indonesia. Bahkan orang kaya Indonesia mampu muncul diantara deretan orang kaya dunia. Ironisnya, singkat kata kawanan pelaku, pemain, pekerja politik, dari partai politik juara umum pesta demokrasi 2014 sampai parpol abal-abal disko, lebih tepat menjuarai dapilnya, daerah pemilihan. Layak disebut, parpol yang memperoleh suara terbanyak, pantas jadi kepala dapil.

Jangan heran kawan, bangsa Indonesia ini masih mampu menilai siapa yang baik dan benar. Pasal mana yang dipakai tidak perlu dirisaukan dalam hati sekalipun. Surakarta yang identik dengan sunan dan paku buwono, dimanfaatkan dengan munculnya baliho, papan reklame atau sebutan keren lainnya, memampangkan 3 generasi pelaku sejarah. Kata wong Jawa, ora ilok pamer jasa. Orang yang gemar pamer jasa, cerita kehebatannya, agar diperhitungkan, justru malah menunjukkan akhlak ketidakihklasan, dipenuhi pamrih. Ambisi bukan untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat. Hanya sekedar meraih kekuasaan.

Alam akan menyeleksi siapa yang berbuat apa karena apa. Ibarat pergolakan arus air, semisal di sungai, yang tampak terapung adalah sampah. Mereka yang sibuk promo diri, apalagi memakai aji mumpung vs mumpung aji. Bahasa koplaknya, cuma menang merek. opo tumon. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar