kerajaan politik Nusantara, tanggung renteng vs evolusi mukiyo
Ada korelasi nilai
keberadaan antara pelaku ekonomi dengan pelaku politik Nusantara. Pelaku ekonomi
tidak bisa diwakilkan secara persentase atau bahkan permilase dari total
penduduk atau populasi, namun mampu menjajah ekonomi bangsa dan negara
Indonesia. Bahkan orang kaya Indonesia mampu muncul diantara deretan orang kaya
dunia. Ironisnya, singkat kata kawanan pelaku, pemain, pekerja politik, dari
partai politik juara umum pesta demokrasi 2014 sampai parpol abal-abal disko,
lebih tepat menjuarai dapilnya, daerah pemilihan. Layak disebut, parpol yang
memperoleh suara terbanyak, pantas jadi kepala dapil.
Jangan heran kawan,
bangsa Indonesia ini masih mampu menilai siapa yang baik dan benar. Pasal mana
yang dipakai tidak perlu dirisaukan dalam hati sekalipun. Surakarta yang identik
dengan sunan dan paku buwono, dimanfaatkan dengan munculnya baliho, papan
reklame atau sebutan keren lainnya, memampangkan 3 generasi pelaku sejarah. Kata
wong Jawa, ora ilok pamer jasa. Orang
yang gemar pamer jasa, cerita kehebatannya, agar diperhitungkan, justru malah
menunjukkan akhlak ketidakihklasan, dipenuhi pamrih. Ambisi bukan untuk
kepentingan dan kebutuhan rakyat. Hanya sekedar meraih kekuasaan.
Alam akan menyeleksi
siapa yang berbuat apa karena apa. Ibarat pergolakan arus air, semisal di
sungai, yang tampak terapung adalah sampah. Mereka yang sibuk promo diri,
apalagi memakai aji mumpung vs mumpung aji. Bahasa koplaknya, cuma menang
merek. opo tumon. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar