percepatan zaman edan, syahwat politik vs evolusi mukiyo
Peran matahari dan bulan
disertai bintang-bintang sebagai penanda waktu, mereka tunduk kepada
perintah-Nya. Perjalanan waktu dan usia manusia tidak bisa dipercepat maupun
diperlambat. Karena ulah manusia, apapun yang terjadi di muka bumi bisa
menentukan proses alam. Allah dengan segala sifatnya, tetap mencurahkan hujan
dari langit. Kebanyakan dari umat manusia malah merubah tata alam sesuai
kapasitas, derajat dan kadar nafsunya. Bukan hanya orang perorang, bisa
berbentuk kaum atau bahkan bangsa atau suatu negara.
Indonesia-ku yang selalu
mendapat rakhmat Allah berbentuk hujan. Dampak negatif hujan sebagai pertanda
ulah manusia itu sendiri. Keahlian manusia Indonesia dalam memanfaatkan
kekayaan alam, tidak perlu diperdebatkan lagi. Jangankan kekayaan alam, sumber
daya ideologi yang seharusnya untuk kepentingan nasional, untuk menjadikan
rakyat adil, makmur dan sejahtera lahir batin, malah mengalir ke atas, ke
puncak piramida politik Nusantara.
Akhirnya, penentu nasib
bangsa dan negara NKRI berada di tangan pelaku ekonomi dan pelaku politik. Mungkin,
jumlah pelaku ekonomi tak terasa secara kuantitas jika disbanding populasi
penduduk pribumi. Namun faktor kendalinya sangat fenomenal, fantastis dan
spektakuler. Mereka tak perlu jadi apa di kancah percaturan negara, tetapi
mereka bisa menentukan “siapa akan jadi apa”. Daya beli dan nilai tawar mereka
sangat dominan. Bicara soal pelaku, pemain, pekerja, pegiat politik lokal
maupun politik yang katanya skala nasional, tergantung kebaikan hati sang
juragan.
Zaman edan, ngudal piwulang ki dalang
Sobopawon, secara perlahan bangsa dan rakyat Indonesia merasa asing dan
terasing di negeri sendiri. opo tumon. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar