Halaman

Senin, 12 September 2016

postur ideologi Nusantara, muka seribu vs evolusi mukiyo



postur ideologi Nusantara, muka seribu vs evolusi mukiyo

Indonesia belum Indonesia namanya, jika setiap desa, kelurahan atau sebutan lainnya, belum mempunyai partai politik sendiri. Pasal 1 angka 1, UU 6/2014 tentang DESA, menjelaskan :
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jangan diartikan, banyak kata kunci yang bisa dimanfaatkan sedemikian rupa, khususnya makna dari otonomi desa.

Kita tidak tahu persis, sejak pra-proklamasi, proklamasi 17-8-1945 sampai pasca proklamasi hingga olah kata ini ditulis, sudahkan cita-cita partai politik tercapai dengan jujur, baik, benar dan berkesejahteraan.

Parpol yang masih eksis, masih dalam periode tayang 2014-2019, masih tetap seperti yang rakyat harapkan. Koalisi parpol yang pro-pemerintah dengan koalisi parpol yang pro demokrasi, semangkin menjadikan postur parpol Nusantara, sarat dengan kepala yang bukan untuk memikirkan kebutuhan dan kepentingan rakyat.

Sepak terjang, modus operandi parpol penyelenggara negara, diibaratkan sebagai makhluk pemakan segala, berkeliaran bebas sampai ujung, pojok Nusantara. Kita juga tidak tahu nyatanya scenario apa, skenario siapa yang mereka jadikan acuan. Loncatan politik Joko Widodo membawa efek domino bagi kesatuan dan persatuan Indonesia. Ibukota negara dijadikan tabung reaksi, tabung uji coba. Reklamasi pantura Jakarta sebagai perwujudan kawasan pecinan berwawasan Indonesia emas. Opo tumon.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar