antara anak kampus
dengan generasi calon ahli masjid
Janji sua kawan di kantornya, di bilangan Jakarta Selatan. Waktu tanggung jelang
sholat jum’at, jalan kaki sambil berbincang kami ke masjid dekat kantor. Parkir
tidak seperti biasanya, sebelah kanan kantor ada yang meninggal dunia.Bagi saya
memang baru pertama kali masuk masjid di kampus perguruan yang dikelola ormas
Islam, mulai dari SD sampai PT. Jalan kaki melalui beberapa blok perumahan. Pejalan
kaki dari berbagai arah menuju satu titik, masjid. Azan dzuhur sedang
dikumandangkan.
Dekat pintu masuk halaman masjid, penuh parker motor
dengan orangnya menggerombol. Tampang, busana didiminasi kaos oblong, tampak
anak kampus universitas tertentu. Terbayang, betapa penuhnya masjid kampus. Sampai
jamaah mahasiswa tidak kebagian tempat. Lantai menuju lantai kedua masjid,
penuh anak berseragam SD. Karena khutbah sudah terdengar, saya bergegas masuk
ke lantai dasar masjid, yang di beberapa pintu masuknya dijejali jamaah yang
sedang tahiyatul masjid. Saya kira ruang utama sholat di lantai dasar, seperti
masjid di kompleks tempat tinggal saya. Lantai atas untuk pemuda dan anak-anak.
Ternyata beda. Walau ada mihrab, namun tidak ada permadani atau karpet sebagai
alas sholat. Cuma lantai keramik warna putih.
Mengikuti kebiasaan diri, saya terpaksa melangkahi
pundak orang merangsek ke shaf terdepan yang melompong. Nyaris bersamaan
datang, tahiyatul masjid, di samping kanan dan samping kiri, jamaah berseragam
busana batik hijau. Seragam guru, entah guru SD atau SMP. Kendati khutbah sedang
berlangsung, bahkan jelang akhir khutbah kedua, suara gaduh cakap manusia masih
terdengar. Masuk ke khutba kedua yang langsung berdoa. Karena suara “amiin”
sebagai sahutan doa cukup kencang dan tidak serentak, khotib langsung
mengingatkan anak-anak agar menjawab “amiin” tidak perlu berteriak dan gaduh.
Usai salam, jamaah di lantai dasar langsung
bubar. Di belakang kanan sudah siap peti
jenazah yang akan disholatkan. Jamaah umum, berjalan pulang dengan bergegas. Tidak
sempat melirik situasi di lantai atas. Kami pulang sambil bincang masalah
pekerjaan kantor.
Saya tidak tahu, apakah kadar derajat religi di
sekitar masjid yang notabene kampus penddidikan berbasis (agama) Islam, malah terasa
beda dengan suasana masjid di kompleks tempat tinggal saya. Mayoritas jamaah
adalah warga kompleks dan sekitarnya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar