Mesin Penghancur Generasi Sejak Dini
Perang konvensional yang bertujuan menghancurkan
suatu bangsa, sudah bukan zamannya. Mungkin malah menimbulkan penderitaan
dikedua belah pihak. Jangan heran jika ahli strategi akhirnya menerapkan cara
menghancurkan generasi secara sistematis. Kalau bisa sejak dini. Sasaran
tembaknya adalah urusan yang terkait dengan mulai dari yang di atas perut,
perut dan bawah perut.
Kalau diadakan survei, jajak pendapat, opini
publik, laporan masyarakat, sampai kajian akademis, ternyata semua telah
terjadi di Indonesia. Mulai dari intervensi budaya asing yang masuk bebas ke
Indonesia, seolah tanpa saringan, sensor, seleksi. Gaya hidup, gaul, gagah dan
gengsi sebagai generasi terkini tanpa dasar yang kuat, menjadi rawan terhadap
intervensi eksternal. Sampai berbagai kasus yang sudah terdeteksi secara
yuridis formal, hukum maupun konstitusi, antara lain pil setan yang dikemas
dalam permen, perokok pemula semakin muda, berbagai games yang mencetak generasi suka tarung, beragai ragam tayangan
porno aksi, serta sederet “mesin penghancur” yang melenakan, menggiurkan,
menggairahkan, meninabobokan.
Eksistensi calon generasi masa depan, tidak bisa
ditangani oleh keluarga saja. Walau ancaman bisa datang dari internal keluarga.
KDRT (kekerasan dalam ruma tangga) bukan contoh nyata, aktual dan faktual.
Media layar kaca, serta produk tekonologi informasi dan komunikasi dengan harga
terjangkau dan mudah digenggam anak, jika disalahgunakan bisa menjadi bagian
dari “mesin penghancur” yang efektif.
Tidak salah kalau pemerintah lebih peduli pada
penyiapan genarasi masa depan yang siap estafet kepemimpinan nasional.
Diutamakan penyiapan generasi masa depan berbasis ideologi. Jangan heran kalau
kasus germo anak LGBT dan LGBT seolah sebagai perhatian sampingan pemerintah.
Tidak masuk agenda kabinet kerja. Wakil rakyat pun merasa turun derajat jika
campur tangan.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar