kedaulatan politik Nusantara, sendiko dawuh vs evolusi mukiyo
Konon, ngudal piwulang ki dalang Sobopawon,
skenario dan babakan revolusi mental, trisakti sampai nawa cit(r)a period ke(c)emasan
Nusantara tentang niat politik semakin terkuak, tersingkap, terungkap dengan
sendirinya. Serapat-rapat kawanan politik memendam dendam politiknya, semakin
lama malah semakin aroma iramanya tidak bisa dibedakan hakikatnya.
Allah tidak tidur kawan
dan tidak perna tidur. Ketika generasi pemilih pemula, masih belum
terkontaminasi gelap-gulita wajah politik Nusantara. Generasi yang ditengarai
sebagai Generasi Y, tidak sekedar melek politik. Generasi Y bisa menilai mana
emas, mana loyang. Mana sepuhan, karbitan, dadakan, mana generasi sepuh yang
berkadar Loyang.
Pilkada serentak 2017,
sebagai masa pancaroba kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
negeri sendiri. Wajar, generasi muda berkiblat ke budaya asing, aneh yang serba
bebas. Penyakit yang melanda generasi muda sebagai ekses keterbukaan Indonesia
mengantisipasi pasar bebas dunia.
Ada juga sebagian
generasi muda yang merasa asing dengan dirinya sendiri. Dampak gaya gaul,
gengsi, pola hidup duniawi, penyesuaian diri dengan laju peradaban menjadikan
mereka matang sebelum waktunya. Ada juga yang terlambat dewasa. Kebanyakan revolusi
diri dipacu dan dipicu makanan sampah produk luar negeri.
Sebelum keblusuk ke kondisi bak negara tak
bertuan, kita istirahatkan olah kata ini. opo tumon. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar