korbankan yang terbaik milikmu,
tapi jangan NEGARA
Kepercayaan primitif tentang animisme dan dinamisme,
masih dianut oleh bangsa dan rakyat Indonesia. Dalih melestarikan budaya, adat
istiadat lokal, norma kebidupan yang menyatu, bersahabat dengan alam dan ramah
lingkungan, menjunjung tinggi warisan maupun wasiat leluhur, melestarikan dan
meneruskan pengabdian nenek moyang serta mempraktikkan nilai-nilai Pancasila.
Konon, tutur wejang
pimulang ki dalang Sobopawon, di era mégatéga, mégakasus, mégabencana 2014-2019 negara
yang serba multi, tongkrongan dan tangkringan animisme maupun dinamisme
mengalami perubahan bentuk yang sistemik, massif dan berkesinambungan. Hasil survei
berbayar oleh lembaga survei tanpa survei, jajag pendapat dengan penggemar,
penikmat, pegiat goro-goro,
permintaan dan dominasi selera pasar, dengar pendapat dengan penguni entah berantah, maupun sesuai naskah
akademis, disimpulkan secara aklamasi, versi manual, bahwa muncul gerakan atau
kepercayaan animisme
politik dan dinamisme politik. Opo tumon mbah!
Mungkin bentuknya tak beda jauh, tak mirip tapi serupa dengan berhala reformasi
3K (kuasa, kaya, kuat).
Animisme Politik merupakan sinerji, resultan dari berbagai aliran, paham,
ideologi kepercayaan yang yakin diri bahwa roh mendiami semua benda, khususnya Kursi sebagai lambang kekuasaan formal, legal,
konstitusional. Kita tak perlu menyinggung kapling pemercaya tuah benda pusaka.
Ciri pelaku, pekerja, pemain, pegiat animisme politik ditengarai getol dengan simbol
dan lambing maupun atribut partai. Mereka menganggap bahwa bandar politik bak
dewa pembagi rezeki. Minimal mendaulat sebagai manusai setengah dewa. Jangan
heran jika seorang manusia menyandang gelar ketua umum partai, mempunyai hak prerogatif
yang tidak bisa diganggu gugat maupun tanggung renteng. Sejarah politik
Nusantara membuktikan bahwa roh ideologi bisa diwariskan kepada anak cucu
melalui aliran darah. Jiwa raga sang penerima warisan siap berkorban, tepatnya
siap mengorbankan, demi sukses politik, sukses duniawi yang dapat diukur,
ditakar, ditimbang.
Dinamisme Politik merupakan rasa penuh percaya bahwa segala sesuatu, yang
terlihat maupun tak terendus indra
pengelihatan, mempunyai tenaga, enerji daya yang dapat mempengaruhi bahkan menentukan
nasib karir politik, keberhasilan atau kegagalan manusia dalam mempertahankan hak
politiknya. Jiwa raga penganut ini suda terkontaminasi hukum sebab-akibat. Praktik
politik transaksional, merupakan fungsi balas jasa, balas budi vs balas dendam
berjalam dalam satui paker. Mahar politik, barter polkitik, rente politik atau
bentuk lainnya yang ada dan berlaku khusus di kamus politik, menjadi syarat tak
tertulis untuk sukses politik. Ironisnya, kawanan pemuja aliran ini sudah
mengembangkan derajat syahwat politiknya. Tidak sekedar memuja dan memuji roh
nenek moyangnya, kalau perlu mengimpor roh nenek moyang negara lain. Bukan menjadi
ritual perorangan, tetapi sudah menjadi agenda terselubung partai. Tujuan utama
agar roh asing mampu mendongkrak pamor politik, memuluskan karir politik.
Sebetulnya, masih banyak isi perut yang akan disampaikan
ki dalang. Cuma waktu tayang mau habis. Kita istirahat sejenak. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar