Halaman

Selasa, 06 September 2016

efek domino Jokowi 2019, hormon politik vs evolusi mukiyo



efek domino Jokowi 2019, hormon politik vs evolusi mukiyo

Hidup mengikuti aturan main politik Nusantara, sudah jelas dan siap jadi budak politik. Pasal pecat-memecat menjadi praktik partai politik yang mempunyai kursi di parlemen Senayan, maupun yang sedang menapak, menjejakkan kakinya pertama kali di bumi Ibu Pertiwi.

Fanatisme pemeluk, penganut ideologi bisa lebih barbar daripada bonek pendukung kesebelasan daerahnya. Pejuang, petarung dan petaruh politik bisa lebih fanatik dibanding umat beragama pada umumnya. Tokoh sentral oknum ketua umum bisa sedemikian sakral, karena sebagai penentu nasib anggotanya. Terlebih karena jam terbang sang oknum ketua umum menjadikan dirinya sebagai pemegang hak prerogatif. Namanya politik, jangan dikaitkan dengan pasal mora; norma berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Agaknya hanya pelaku ekonomi klas kakap yang tidak mau terjun ke gelanggang politik. Daya beli mereka bisa membiayai perjalanan politik lokal, regional sampai nasional. Pengaruh relasi mereka bisa menentukan siapa menjadi apa dalam pesta demokrasi Nusantara. Jumlah mereka tak seberapa, bahkan tak dikenal di lingkungan tempat tinggal yang serba berpindah.

Kita akui di hati kecil diri sendiri, bahwasanya di periode 2014-2019 tak lain tak bukan sebagai adegan ulang yang seharusnya tayang di periode 2004-2009. Sudah direvisi malah mangkrak di periode 2009-2014. Posisi presiden, kepala negara, kepala pemerintahan atau sebutan sejenis lainnya, tidak menjadikan bangsa ini bagaikan keluarga besar, organisasi besar.

Jika pemeran presiden 2014-2019 yang digadang tidak turun di tengah jalan sebelum jatuh tempo, sebelum kontrak politik usai, malah dikipas-kipas maju di pilpres 2019 yang serentak dengan pileg. Dalih Indonesia tetap utuh, tapi bonyok di dalam, …. Opo tumon. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar