poros Jakarta-Peking BK 1964, barter
politik Jakarta vs evolusi mukiyo
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017, akan
berlangsung pada 15 Februari 2017 sesuai jadwal yang telah di Launching KPU
Republik Indonesia, beberapa calon pasangan sudah mulai bermunculan untuk mendapat respon
publik, bahkan sudah mendaftarkan diri yaitu pertahana, pejawat DKI-1 dan DKI-2.
Mengandalkan akal, nalar, logika
politik dipakai oleh parpol yang berkepentingan. Semangat Porjaking dikemas
ulang dalam bentuk barter politik. Taipan asli Tiongkok sudah berani tampil
diri tanpa sungkan. Bahkan merasa tuan besar, nyonya besar di Nusantara. Titik balik
sejarah NKRI ke dalam bentuk apa pun bisa terjadi dan terjadi sejak periode
Jakarta 2012-2017.
Banyak kejadian perkara yang tidak etis diungkap satu-persatu lewat tulisan
ini – tepatnya, penulis tidak tahu apa yang dimaksud tidak etis dan juga tidak
tahu kejadian apa saja yang sudah, sedang dan akan berlangsung – revolusi (mental)
belum selesai. Entah sedang sibuk apa. Asal jangan sibuk kalkulasi politik
memang total di pesta demokrasi 2019.
Rakyat pun tersegmentasi. Dalam kuadran buta politik vs peduli bangsa.
Ironis, seolah penduduk Jakarta yang mempunyai hak pilih pada pilgub 2017,
malah kehabisan akal, kekurangan nalar, ketinggalan logika politik. Elit dan
pentolan partai sibuk cari modus operandi mengalahkan secara total calon
petahana, sejawat.
Operasi senyap di masyarakat, tidak hanya penduduk Jakarta, bangsa
Indonesia yang tetap menjaga persatuan dan kesatuan nasional, berkontribusi
lewat doa bareng. Opo tumon. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar