miripnya
sopir bajaj dengan Joko Widodo
Lihat siapa temannya. Tengok siapa orang disekelilingnya. Perhatikan
bagaimana tampilan dan gaya orang dilingkungannya. Lebih esensial, bagaimana
sikap ybs menempatkan diri. Ikut arus tetapi tidak terbawa arus. Jaga jarak
agar tidak sebagai bagian dari mayoritas. Atau pura-pura akrab dan mampu
menjalin komunikasi.
Bagaimana sikap dan gaya Joko Widodo yang juga adalah presiden kita, ketika
berada di kandang banteng. Ketika bertatap muka dengan gembong pdip, anak
beranak. Ketika Jokowi jadi tamu di acara internal pdip. Jangan ambil
kesimpulan, bagaimana gembong pdip menghadapi para penyelenggara negara. Apakah
pasang wajah angkuh atau wajah bego. Apakah bersikap diam biar dikira pemikir.
Akankah mental Yahudi sudah merasuki dan menjiwai kawanan parpolis dari
kandang banteng. Mereka tidak suka jika umat Islam yang dari berbagai klasifikasi,
kategori, kriteria menjadi satu. Perbedaan penafsiran ajaran Islam tidak
menjadi penyebab serba merasa lebih unggul.
Kita tidak tahu kapan bajaj yang melaju, mau belok kemana, atau mau
berhenti mendadak karena sang sopir mau buang air kecil, atau tiba-tiba meraung
di kemacetan lalu lintas, atau tanpa
sebab yang pasti tiba-tiba balik arah bahkan nekat melawan arus. Terkadang sang
sopir bajaj tidak tahu mau berbuat apa. Walau eksistensi komunitas bajaj diperhitungkan
di masyarakat normal dan manusiawi, mereka sepertinya menjadi korban sistem peradaban.
Bedanya, Jokowi bisa mengembangkan momentum yang sebelumnya menjadi blunder
baginya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar