kehakikian ibu menyusui tidak bisa diganggu-gugat
Risalah ibu menyusui sudah disuratkan maupun disiratkan
di Al-Qur’an dan dirinci oleh Hadist sebagai Sunnah Rasul. Ikhwal ibu menyusui,
bukan hal baru dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Kemajuan zaman memang bisa
mempengaruhi pola perilaku ibu menyusui. Kearifan seorang ibu yang berkarya di
luar rumah saat masih menyusui bayinya, disesuaikan dengan status profesinya. Dalam
arti menghadapi dan menyikapi aturan main di tempat kerja bagi karyawati hamil,
melahirkan, menyusui, dst. Kodrat sebagai perempuan, wanita, kaum hawa sampai derajat
sebagai seorang isteri, seorang ibu harus dilaksanakan secara total.
Payung hukum yang ditetapkan oleh pemerintah,
yang bersifat nasional, tentunya mendukung fakta dan eksistensi ibu menyusui
yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta atau sebutan lainnya. Semangat
dan jiwa otonomi daerah, khususnya dalam menindaklanjuti produk hukum nasional,
tentunya disesuaikan dengan kebijakan lokal, kondisi daerah dan kecerdasan
aparat daerah. Mungkin bisa terjadi pro dan kontra akan lamanya cuti hamil
sampai melahirkan. Campur tangan pemerintah sampai pemerintah provinsi maupun
pemerintah kabupaten/kota terhadap substansi yang sudah jelas menurut ajaran
Islam, lebih bersifat sebagai kebijakan mendukung secara yuridis formal, karena
semua ummat beragama hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.
[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar