Halaman

Minggu, 04 September 2016

kehakikian ibu menyusui tidak bisa diganggu-gugat



kehakikian ibu menyusui tidak bisa diganggu-gugat

Risalah ibu menyusui sudah disuratkan maupun disiratkan di Al-Qur’an dan dirinci oleh Hadist sebagai Sunnah Rasul. Ikhwal ibu menyusui, bukan hal baru dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Kemajuan zaman memang bisa mempengaruhi pola perilaku ibu menyusui. Kearifan seorang ibu yang berkarya di luar rumah saat masih menyusui bayinya, disesuaikan dengan status profesinya. Dalam arti menghadapi dan menyikapi aturan main di tempat kerja bagi karyawati hamil, melahirkan, menyusui, dst. Kodrat sebagai perempuan, wanita, kaum hawa sampai derajat sebagai seorang isteri, seorang ibu  harus dilaksanakan secara total.

Payung hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, yang bersifat nasional, tentunya mendukung fakta dan eksistensi ibu menyusui yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta atau sebutan lainnya. Semangat dan jiwa otonomi daerah, khususnya dalam menindaklanjuti produk hukum nasional, tentunya disesuaikan dengan kebijakan lokal, kondisi daerah dan kecerdasan aparat daerah. Mungkin bisa terjadi pro dan kontra akan lamanya cuti hamil sampai melahirkan. Campur tangan pemerintah sampai pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota terhadap substansi yang sudah jelas menurut ajaran Islam, lebih bersifat sebagai kebijakan mendukung secara yuridis formal, karena semua ummat beragama hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar