Halaman

Jumat, 16 September 2016

ayo santuni mantan presiden negera tetangga



ayo santuni mantan presiden negera tetangga

Ada-ada saja tingkah laku negara tetangga. Memang rumput di sana tumbuh lebih hijau, ranum dan menggiurkan mata. Sekecil apapun peristiwa kejadian di sana, tampak jelas di mata orang Indonesia. Bak kuman diseberang lautan, kata peribahasa.

Karena satu rumpun Melayu, seperti ada ikatan emosional yang memang sering memancing emosi anak bangsa Indonesia. Negara tetangga, tepatnya dua negera tetangga, begitulah. Salah satu negara menjadi tujuan berobat orang Indonesia. Secara tak resmi dan terancana, Indonesia mengekspor gratis berbagai komoditas asap hasil operasi karhutla, yang notabene milik pemodal dari mereka yang Malaysia.

Ketika kepala negara dipilih langsung oleh rakyat yang telah mempunyai hak pilih, seperti di Indonesia. Serta merta emosi juragan politik tersulut untuk ikut ambil bagian. Merasa sebagai panggilan tanah air untuk berbakti. Merasa sebagai pejuang politik untuk membuat rakyat adil, makmur, sejahtera yen ono duwite.

Syarat utama ikut pilkara (pemilihan kepala negara) adalah pernah menyandang jabatan yang sama, sejenis atau dipersamakan dan diakui sah sesuai nukum tata negara. Yakin rekam jejaknya memenuhi, bahkan melebihi syarat tsb, ada oknum yang serba merasa bisa, merasa benar, merasa pandai maju. Maju terus sampai dua periode atau bahkan tiga periode berturur-turut.

Yang diluar akal, nalar, logika dan pakem politiknya, ternyata barisan wong cilik, yang diduga buta politik, menghasilkan pilihan di luar skenario. Katanya, kalah ganteng, sehingga merasa dizalimi oleh lawan politiknya. Semacam adegan ketoprak atau dagelan dadakan.

Dampak psikologis politik bagi ybs, tingkah lakunya kembali ke seperti waktu anak-anak. Harus disanjung, dipuja-puji, baru lega. Di negaranya, maksudnya di negara tetangga, yang rakyatnya juga serba multi seperti Nusantara, ybs masuk kategori anak yatim. Sehingga wajib disantuni oleh negara dan rakyatnya. Jangan sampai virus pikun politik menjadi wabah nasional. Kerena sang virus sudah kebal asap dari Indonesia. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar