tombol-tèmbèl-tumbal-timbal-tambal gerak kerakyatan
Sejauh ini dengan pengusaan, pemilikan, penggunaan,
pemanfaatan rasa jiwa sosial, menjadi modal dasar anak untuk bergaul dan
mengenal lingkungan. Saat terjun aktif berinteraksi sosial, tidak canggung. Tahu diri dan cepat tanggap pengaruh
lingkungan. Sigap membaca adab bernusantara yang masih samar, abu-abu.
Ironis binti miris, pelabelan bukan dari luar. Lebih
tepat datang dari pihak lawan politik. Hasil rekayasa diri untuk mendongkrak
wibawa. Pakai ujaran bebas. Menggunakan kata nista resmi. Kedok memang selalu ditampilkan apa adanya. Ada maunya
memang syarat berpolitik jangka pendek. Timbal balik tak sesuai harapan.
Banting timbangan. Balik badan.
Balik arah, balik badan, balik adab menjadi menu politik
khas multipartai. Stigma atau kontra-kritik berawal dari label petugas partai
bagi presiden pilihan rakyat. Asas legitimasi secara kebahasaan beririsan
dengan imitasi, aklamasi, intimidasi. Selaku komponen utama pembentuk karakter
politik nusantara.
Adab bernusantara masuk stadium
balik adab. Tak
ada kaitan dengan fakta anak cucu kronologis tak ada matinya. Tak ada rasa kapok, efek jera. Buah jatuh tak jauh
dari pohonnya. Interaksi dan integrasi sosial.
Sentuhan peradaban, memunculkan sifat dan perilaku. Metode salah asah, salah
asih, salah asuh menjadikan anak bangsa merasa bisa.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar