sirik tanda tak mampu diri
Lema ‘sirik’, menjadi bias. Semisal malah menjadi mitos (mitos
utawa amit-amit lan ngatos-atos) yang berupa sirikan (yang harus
dihindari). Mitos Jawa ini masih bergaya
konotatif, tetapi tekanan utamanya pada
aspek ora ilok (tak baik) jika dilakukan atau pantangan. Istilah mitos kian berdenging berdengung jika beririsan dengan adat
lokal. Dukungan dari mistik, mistis, misteri
hingga sampai filsafah berbangsa mo-limo. Rawat dan ruwat dasar negara agar
tetap berada di tangan yang layak dan berhak.
Disiplin diri terhadap tugas dan
kemanfaatan hidup di dunia. Bukan tolok ukur jika anak lahir duluan maka wafatnya
juga duluan. Lihat filosofi, falsafah, filasafat pohon kelapa. Pernasiban buah
kelapa tak dapat diduga. Total, tak ada yang terbuang sia-sia dari eksistensi
fisik pohon kelapa.
Jadi, elektabilitas sang calon lebih
ditentukan mitos daripada fakta. Seolah anak bangsa sudah kehabisan akal sehat. Wajar kalau lantas melirik produk asing – bahkan
orang asing – yang dianggap mempunyai ras unggul. Dibuktikan dengan
sertifikat laik manusia unggul.
Falsafah othak-athik mathuk, firasat othak-athik gathuk. Format
maupun formasi sosiologi kebangsaan nusantara, tidak mempersoalkan hakikat baik
atau buruk, benar atau salah, bagus atau jelek, betul atau keliru. Fokus pada penekanan
yang seharusnya terjadi sesuai tradisi luhur leluhur. Ingat adab bernusantara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar