kowé ékstrémis, baru tahu rasa tahu
Adab bernusatara tiada tara mewujudkan adat ujaran bebas
sanksi akademis. Gelar humoris tak usah mikir.
Bukti ringan ybs masih berotak, sedang punya otak sedang maupun secukupnya. Aman
tersimpan di kepala batu, keras kepala(n).
Baru tahu kalau tahu itu empuk luar dalam.
Atas bawah dan dari segala arah sisi luar. Betapa anak pribumi nusantara menikmati “kursi empuk”. Sampai lupa duduk di
atas pantat sendiri. Modal keringat leluhur.
Kepala kerasnya menjadi pijakan, injakan
investor politik global. Filosofi pokoké menang lan éntuk kursi (menèh). Telor dadar campur
tahu campur. Mendongkrak pamor tahu. Migor curah impor menambah nilai jual.
Mental loyalis, durung
ditakoni wis ngarani. Modal minimal tapi ingin hasil
maksimal, optimal. Bisa terjadi. Bahkan modal abab, bisa sukses. Blantik,
makelar, pialang politik atau sebutan lainnya, akhirnya menjadi berklas dalam
bentuk politik transaksional.
Praktek demokrasi nusantara adalah peraih suara terbanyak, itulah si juara umum.
Ditarik mundur, ternyata ada rekayasa perolehan suara. Demokrasi cacat demokrasi. Bandar atau investor politik yang menentukan skore. Skenario berlapis.
Terjadilah overdosis imajinasi politik vs minim asupan ideologi Pancasila. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar