kuman di seberang lautan tampak mengarak bakalan
Walhasil, nénék-nénék cabé-cabéan yang jalan
tertatih-tatih, sempoyongan penuh senyum haru.
Tangan kanan dan tangan kiri menenteng sembako dan makanan gratis. Patut diduga
membawa bahan yang membahayakan orang
lain. Layak dikira bagian dari pasukan jibaku atau kamikazé suadara tua
Dai Nippon. Pantas dianggap akan berbuat anarkis di balik topèng atau kedoknya.
Jadi, yang selama reformasi
bergulirdari puncaknya, 21 Mei 1998,
betapa ternyata tangan kiri penguasa main sendiri. Sibuk dengan skenario,
modus, rekayasa versi “lempar batu pasang wajah garang”. Main mata dengan
bahaya laten yang sudah berpengalaman makar.
Bukan sulap, bukan sihir. Semakin
gelap, semakin mahir. Sejarah saja sudah tahu, mana emas mana loyang. Banyak
catatan sejarah di pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, 2004, 2009,
2014 dan 2019.
Merasa kuasai parlemen bagi-bagi kursi, mainkan nasib
rakyat. Hukum rimba berlaku resmi di
belantara politik Nusantara. Pelaku politik tak pandang bulu jenis gender.
Modal silsilah dan anatomi politik tanpa moral politik.
Jumlah kredit tanpa agunan, bantuan modal investasi
politik mempengaruhi produktivitas partai politik melalui penggunaan input
sarana produksi (stratifikasi bakalan dan biaya politik). Pemanfaatan pesohor
pada usaha pembibitan kader unggul, permudaan alami. Tepatnya, unggul tapi
bukan kader. Tergantung jumlah angkatan kerja keluarga dan kapasitas produksi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar