orkestra rebut kursi ramai-ramai
Kasus ini bukan klimaksnya. Bukan babak
adegan goro-goro yang ditunggu
pemirsa, penonton, pendelok. Selingan, pelipur lara. Tetap tidak bisa melupakan
orisinalitas, otentisitas demokrasi subversi nusantara. Rumusannya saja malah bikin
murus semua pihakan.
Penjabaran demokrasi malah dinilai tendensius
sukuisme. Diutarakan dengan bahasa rakyat malah membuat rakyat kalut bak disulut.
Model moderat, tengah-tengah diketengahkan. Dirasakan akan memancing sentimen kebangsaan.
Adu kuat antar kepentingan
menampakkan demokrasi sibuk di tempat. Tanpa mufakat sepakat, muncul model demokrasi siang - demokrasi malam;
demokrasi ganjil - demokrasi genap; demokrasi
lokal – demokrasi global.
Akhirnya hanya bisa berlagu “disana
demokrasi, disini demokrasi, dimana-mana demokrasi”. Demokrasi
bergulir, bergilir apa adanya vs adanya apa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar