Halaman

Kamis, 16 Maret 2023

udang di balik punggung panggung politik nusantara

udang di balik punggung panggung politik nusantara 

Tentulah ada maksud tujuan tertentu dengan menyebut sebutan nusantara. Hanya satu-satunya di alam dunia. Kalau disebut sudah tidak ada yang lebih nggegirisi dan atau dibilang yang trengginas lebih banyak. Ini jelas ujaran kebanci-bancian. 

Carut-marut keperpolitikkan nusantara kian semrawut, awut-awutan. Manusia ekonomi langsung tindak turun kaki tangan. Alat negara yang bak biro jasa aman dan tahan, dipastikan duduk manis di kursi barisan pembantu presiden. Barometer kedewasaan politik, lihat betapa interaksi aksi trias politika.

Wajar jika resmi ada anggaran demokrasi sampai politik biaya  non-budgeter maupun kurs tengah kursi. Tarif jalur cepat, jalur pendek, jalur pintas tentu beda dengan pola karier. Tak perlu merintis dari nol. Tak pakai cara menapak dari bawah.

Sejarah perpolitikkan nusantara tak akan lepas dari pengaruh dan periwayatan silsilah bentukan organisasi kemasyarakatan dan partai politik sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Semangat dan jiwa merdeka dengan satu tujuan. Soal nanti siapa menjadi apa, tak mereka pikirkan. Apalagi ambisi, obsesi, pamrih siapa akan dapat apa. Jauh.

Tak pakai heran bahwasanya panggung politik nusantara sudah masuk klas dunia. Ternyata panggung nusantara tidak dikuasai, didominasi oleh aktor-aktor partai politik. Penata lakon pun sudah punya skenario global yang wajib tayang. Wajar, kalau mau laku di panggung politik, siap melakoni lakon apa saja. Terutama tak wajib membawakan dirinya sendiri secara nyata, utuh dan berjati diri.

Kadar loyalitas loyalis penguasa setara tinggi kursi, selama lama masa jabatan, seharga argo  politik, sesuai asas timbal balik pengabdian atau perbudakan politik modern. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar