jauh di atas jangkauan potensi diri
Korelasi berbasis asas banding-sanding-tanding antara
berpikir dengan berangan-angan. Relasi positif maupun relasi negatif alias
kontradiktif. Keduanya bersumber dari sumber utama yang sama yaitu akal. Pasal
tak tertulis bahwasanya potensi banyak akal berbanding lurus peluang gagal paham.
Kasus resap-serap-terap potensi diri sesuai tapak kaki, tersurat plus tersirat
garis kehidupan.
Interelasi berkehidupan lewat paket nasib diri tergantung
manusia mengelola dan mengolah potensi amaliah. Faktor tak terduga menurut
bahasa dan hukum manusia. Sesuai kadar akal sehat. Lepas dari dalil
sebab-akibat. Tidak ada hubungan timbal balik antar kejadian perkara. Hukum
keseimbangan, kesetaraan hanya ada di teori pemikiran kebatinan. Manusia wajib
berproses diri berpacu melawan laju waktu yang pasti. Soal bisa sampai tujuan
dengan selamat, bukan hak manusia.
Menyoal wujudan potensi diri. Apakah
selaku faktor bawaan, fakor talenta atau merupakan sinergi watak kedua orang
tuanya. Ketimbang silang kata, simak fokus firman-Nya lewat [QS Al Nahl
(16):78]:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur,”
Keumuran,
tingkat usia manusia tidak bisa disidik pada kinerja kaki tangan. Penyakit yang
menyerang atau penyakit khusus kaki tangan. Kesatuan dan
keterpaduan seimbang antara kaki tangan dengan badan, jaminan sehat jiwa raga.
Jiwa tenang, hati riang, raga bugar. Angan-angan kian menerawang.
Pergantian waktu
berdasarkan peredaran matahari, malam dan siang, terjadi terus-menerus, konstan,
dan kontinyu. Berjalan detik demi detik, seiring detak jantung dan denyut nadi
kita. Waktu tak pernah mengingkari amanahnya, tak kenal mogok, tak mau
ngebut. Waktu memang merupakan bilangan, angka. Membuat deret hitung.
Terkait muhasabah,
evaluasi diri sejak dini, mawas diri, intropkesi, berkaca pada kenyataan, umat
Islam tak perlu menunggu akhir tahun. Apalagi terpaku dan terpukau dengan gaya
hidup sambut lepas awal dan akhir tahun masehi.Salah satu upaya nyata
bermuhasabah adalah menjadi saksi atas diri sendiri. Kita merujuk penjelasan
Al-Qur’an [QS Al Qiyaamah (75) : 14] :
“Bahkan manusia itu
menjadi saksi atas dirinya sendiri”.
Ketetapan-Nya berelasi dengan [QS An Nuur (24) : 24]
:
“pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjakan.”.
Sah-sah saja bilamana rangkaian babakan kehidupan manusia, berdasarkan kerangka angan-angan. Bahasa simbolik etnis Jawa “alon-alon waton kelakon” menjadi multitafsir. Dicari enaknya, pakai yang gampang-gampang. Bukan menyalahartikan secara sadar diri yang berdampak kesalahpahaman tapi sama-sama paham.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar