Halaman

Kamis, 09 Maret 2023

jauh di atas jangkauan potensi diri

jauh di atas jangkauan potensi diri 

Korelasi berbasis asas banding-sanding-tanding antara berpikir dengan berangan-angan. Relasi positif maupun relasi negatif alias kontradiktif. Keduanya bersumber dari sumber utama yang sama yaitu akal. Pasal tak tertulis bahwasanya potensi banyak akal berbanding lurus peluang gagal paham. Kasus resap-serap-terap potensi diri sesuai tapak kaki, tersurat plus tersirat garis kehidupan.

Interelasi berkehidupan lewat paket nasib diri tergantung manusia mengelola dan mengolah potensi amaliah. Faktor tak terduga menurut bahasa dan hukum manusia. Sesuai kadar akal sehat. Lepas dari dalil sebab-akibat. Tidak ada hubungan timbal balik antar kejadian perkara. Hukum keseimbangan, kesetaraan hanya ada di teori pemikiran kebatinan. Manusia wajib berproses diri berpacu melawan laju waktu yang pasti. Soal bisa sampai tujuan dengan selamat, bukan hak manusia.

Menyoal wujudan potensi diri. Apakah selaku faktor bawaan, fakor talenta atau merupakan sinergi watak kedua orang tuanya. Ketimbang silang kata, simak fokus firman-Nya lewat [QS Al Nahl (16):78]:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur,” 

Keumuran, tingkat usia manusia tidak bisa disidik pada kinerja kaki tangan. Penyakit yang menyerang atau penyakit khusus kaki tangan. Kesatuan dan keterpaduan seimbang antara kaki tangan dengan badan, jaminan sehat jiwa raga. Jiwa tenang, hati riang, raga bugar. Angan-angan kian menerawang.

Pergantian waktu berdasarkan peredaran matahari, malam dan siang, terjadi terus-menerus,  konstan, dan kontinyu. Berjalan detik demi detik, seiring detak jantung dan denyut nadi kita. Waktu tak pernah mengingkari amanahnya, tak kenal mogok, tak mau ngebut. Waktu memang merupakan bilangan, angka. Membuat deret hitung.

Terkait muhasabah, evaluasi diri sejak dini, mawas diri, intropkesi, berkaca pada kenyataan, umat Islam tak perlu menunggu akhir tahun. Apalagi terpaku dan terpukau dengan gaya hidup sambut lepas awal dan akhir tahun masehi.Salah satu upaya nyata bermuhasabah adalah menjadi saksi atas diri sendiri. Kita merujuk penjelasan Al-Qur’an [QS Al Qiyaamah (75) : 14] : 

Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”.

Ketetapan-Nya berelasi dengan [QS An Nuur (24) : 24] : 

pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”.

Sah-sah saja bilamana rangkaian babakan kehidupan manusia, berdasarkan kerangka angan-angan. Bahasa simbolik etnis Jawa “alon-alon waton kelakon” menjadi multitafsir. Dicari enaknya, pakai yang gampang-gampang. Bukan menyalahartikan secara sadar diri yang berdampak kesalahpahaman tapi sama-sama paham.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar