bukan anèh-anèh, memang begitulah
Menyangkut tabiat manusia, anèh diri
bersifat relatif bahkan fluktuatif. Semakin anèh, kian langka itulah
harapan. Dibilang nganèh-nganèhi. Justru sang pembilang lebih anèh. Frasa anèh
bin ajaib, bukti ringan bahwasanya jangan abaikan proses pembentukan watak.
Wajar jika manusia menjadi budak dari pemikiran dan atau produk kemajuan
zaman buatan sendiri.
Kadang kala, kalabendu (jaman yang buruk) kebaca
sebelum waktunya. Paling tidak tingkah laku
manusia tanpa tetenger (cirénan)
generasi nanging wis ketenger (keciri; ditengarai), bak kaladuta
(alamat buruk). Orang mau berlaku lurus malah dianggap anèh binti norak.
Anèh atau lain dari yang lain. Antar saudara kembar bisa terjadi
perbedaan, bahkan kontradiktif.
Anèhnya, orang secara sadar ingin tampak beda dengan lainnya.
Kalau tidak bisa, dibisa-bisakan dengan segala daya dan gaya. Orang anèh macam ini
memang bisanya sebegitu. Tempelan gelar
akademis kehormata agar ciri wanci keanèhannya menjadi lazim, layak,
lumrah dan kaprah.
Yang paling anèh, anak bangsa pribumi
nusantara doyan yang anèh-anèh tapi masuk akal. Akal sehat mereka. Bukan pemirsa.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar